Minggu, 23 November 2008

CHILD ABUSE

PERILAKU SADIS DAN BRUTAL ANAK MAKIN MENGKHAWATIRKAN

Judul di atas diambil dari salah satu artikel di media massa yang mengungkapkan perilaku sadis dari beberapa anak yang tidak saja memperkosa korban-korbannya tetapi juga menghabisi nyawa korban-korban tersebut dengan cara brutal.
Kisah tersebut benar-benar membuat kita semua miris dan membuat beberapa pakar angkat bicara. Perilaku-perilaku sadis tersebut dilakukan oleh anak-anak dan korbannya juga anak-anak.

TINJAUAN DARI SEGI SIPELAKU.

Menurut Hayumi, kepala LP anak Tangerang, anak-anak merupakan pelaku kejahatan baru,yang sebagian besar berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Tingkat kejahatan mereka dilakukan karena coba-coba dan hanya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri tanpa ada motivasi lain di belakangnya.
Menurut Pendeta Elisabeth M, MPd, pendeta yang berkecimpung di dunia pendidikan, ada banyak penyebab terjadinya perilaku sadis dan brutal seorang anak. Pertama adalah kurangnya pendidikan iman di dalam keluarga. Kedua, masalah perubahan jaman yang mengakibatkan anak-anak mudah mendapatkan banyak hal termasuk VCD dan majalah porno. Oleh karena itu orang tua wajib mengajarkan secara berulang-ulang pembelajaran tentang kasih dan Firman Tuhan. Tak kalah penting juga orang tua mendoakan ank-anaknya serta memberi teladan dalam hal berbuat baik dan harus punya pola pendidikan lebih dari orang tua dulu karena tuntutan jaman semakin banyak.
Menanggapi hal tersebut Lutfiah Sungkar, seorang tokoh agama mengatakan bahwa kebrutalan anak adalah kegagalan orang tua. Sudah saatnya orang tua introspeksi diri dan bertanya apa yang sudah dilakukan sehingga anak-anaknya mampu berbuat kejahatan. Beliau mengingatkan bahwa orang tua perlu terus menerus menuntun putra putrinya untuk berada di jalan Allah. Sedang jika perbuatan tercela terlanjur terjadi, sebaiknya anak yang telah berbuat kesalahan jangan dihujat melainkan dirangkul untuk mempermudah proses pembinaan menuju arah perbaikan. Proses pembinaan sangat penting agar anak-anak pelaku kejahatan bisa menjadi orang-orang baik di masa mendatang. Jiwa anak-anak masih sangat labil dan mudah terpengaruh lingkungan.
Banyak kasus kejahatan dilakukan anak-anak karena mereka tidak dapat mengontrol dirinya. Media adalah salah satu penyebab terjadinya penyimpangan perilaku pada anak.
Tayangan-tayangan kekerasan dan berbau pornografi menyebabkan anak-anak (remaja) mudah terangsang untuk meniru perbuatan-perbuatan tersebut. Bagi anak-anak yang tidak memiliki kontrol diri cukup baik, dapat mengakibatkan mereka terjerumus dalam tindakan asusila seperti pelecehan seksual, pemerkosaan dan lain-lain.
Prof. Dr. Fawzia Aswin Hadis, pengajar di Fakultas Pikologi UI menambahkan, fase anak-anak memang fase meniru.
Di Indonesia memang belum ada penelitian mengenai pengaruh tayangan kekerasan terhadap perilaku anak. Sementara peneliti di luar sudah menyimpulkan ada korelasi antara tayangan kekerasan dengan perilaku anak.
Ada tiga tahap kekerasan yang terekam dalam penelitian, awalnya meningkatnya kekerasan di antara anak-anak, beberapa tahun kemudian meningkatnya kekerasan di antar remaja dan pada tahun-tahun akhir penelitian di mana taraf kejahatan meningkat secara berarti yakni kejahatan pembunuhan oleh orang dewasa.
Ron Solby dari Universitas Harvard secara terinci menjelaskan, ada empat macam dampak kekerasan dalam televisi terhadap perkembangan kepribadian anak. Pertama sifat agressor di mana sifat jahat dari anak semakin meningkat. Kedua, dampak korban di mana anak menjadi penakut dan semakin sulit mempercayai orang lain. Ketiga, dampak pemerhati, di sini anak menjadi kurang peduli terhadap kesulitan orang lain. Keempat, dampak nafsu dengan meningkatnya keinginan anak untuk melihat atau melakukan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan.
Remaja menjadi agresif apabila ada sesuatu yang menghalang-halangi kemauannya. (Gunarsa, 1986, h. 64)
Tingkah laku menyimpang ( deviant behavior ) yang ditunjukkan pelaku dalam kasus di atas dapat dipandang sebagai perwujudan dari kehendak kurang baik yang mendapat kesempatan ke arah perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Hal ini dipandang sebagai tingkah laku yang berada di luar kemampuan pengendalian si remaja sendiri, gejala tersebut timbul dalam suatu proses perubahan di mana terjadi kegoncangan pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku.

TINJAUAN DARI SEGI KORBAN.

Lalu bagiamana dengan nasib anak-anak yang menjadi korban kekerasan tersebut? Dalam buku “Aku Anak Dunia”-yang memperkenalkan anak-anak pada hak-hak yang mereka miliki-, menyebutkan bahwa anak-anak berhak dilindungi dari tindak kekerasan dan perlakuan seenaknya, harus dilindungi dari kekerasan seksual ( hal. 47 ).
Dalam upaya melindungi anak-anak dari berbagai tindakan yang merugikan hak-hak mereka, baik hak untuk kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar maupun terbebas dari diskriminasi dan tindak kekerasan, maka Pemerintah Indonesia telah menerbitkkan buku UU RI No.23 th. 2002 tentang Perlindungan Anak.
Anak di sini adalah siapapun yang berusia di bawah 18 tahun, entah mereka sudah menikah atau belum. Hal ini sesuai dengan definisi yang ada dalam Konverensi Hak Anak (KHA).
Sehubungan dengan kasus yang ditampilkan dipembahasan ini, analisa kami mengenai faktor-faktor pencetus terjadinya tindak kajahatan di atas adalah:
· Tayangan-tayangan VCD porno.
· Keadaan anak yang dipengaruhi hormon perkembangan sehingga menjadi mudah terangsang.
· Adanya perasaan takut perbuatannya diketahui orang lain sehingga timbullah kejahatan berikutnya.
· Tidak ada kontrol diri yang cukup baik.
· Keadaan ekonomi keluarga (kelas menengah ke bawah) sehingga tidak ada/kurang pendampingan orang tua.
· Kegagalan orang tua (pola pendidikan tidak sesuai jaman, kurang menanamkan nilai-nilai agama, dsb).
“Abuse” yang terjadi di kasus ini tidak hanya tunggal melainkan ada beberapa yaitu:
· Pemerkosaan.
· Pemukulan.
· Pembunuhan.
Gejala yang dapat diamati dari sipelaku adalah rasa tertekan akibat tantangan yang dihadapi semakin berat , dari sajian kemewahan, kekerasan dan pornografi, adanya sifat agressor, timbulnya nafsu untuk melakukan kekerasan.
Efek pada korban tidak dapat dibahas di sini karena korban mengalami kematian.
Akhirnya dari apa yang kami ulas di atas dapatlah disimpulkan:
1. .Anak-anak dapat menjadi pelaku maupun korban tindak kekerasan/kejahatan.
2. .Orang tua perlu selalu mendoakan anak-anaknya, memberi teladan yang baik, memberi pendampingan dan pengawasan semaksimal mungkin saat anak memperoleh informasi dari berbagai media massa (TV, VCD, Internet, buku bacaan dll), menjalin komunikasi, mengawasi pergaulan putra/inya, memahami perkembangan anak bukan saja fisik dan jiwa namun juga kehidupan perasaannya.
Sesuai dengan pendapat para ahli aliran behaviorisme, faktor lingkungan adalah variabel-variabel yang bisa diubah-ubah untuk mempengaruhi perubahan-perubahan dan tentunya arah dari perkembangan-perkembangan yang diharapkan. Di lingkunganlah terdapat sumber rangsangan yang mempengaruhi perkembangan anak, mempengaruhi sebagian atau bahkan keseluruhan ciri-ciri kepribadian yang akan terbentuk

DAFTAR PUSTAKA

Aku Anak Dunia, Jakarta: Yayasan Aulia, Unicef, 2002.
Gunarsa, Singgih D., Prof. Dr., Gunarsa, Y. Singgih D., Ny. Dra., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1986.
Intisari, Kekerasan, http://www.indonesia.com, Juli, 1999.
Kartini, 12 S/D 26 Mei 2005 hal. 23.
Soekanto, Soerjono, Prof. Dr., Remaja dan Masalah-masalahnya, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 2002 tentang Perlindungan Anak, Jakarta: Kementrian Pemberdayaan Perempuan Indonesia dan Departemen Sosial Republik Indonesia, 2003.

Tidak ada komentar: