Senin, 05 Oktober 2009

DIBALIK MAKNA "SMILE"


1.Senyum membuat Anda lebih menarik Orang yang banyak tersenyum memiliki daya tarik. Orang yang suka tersenyum membuat perasaan orang disekitarnya nyaman dansenang. Orang yang selalu merengut, cemburut, mengerutkan kening, dan menyeringai membuat orang-orang disekeliling tidak nyaman. Dipastikan orang yang banyak tersenyum memilikibanyakteman.


2. Senyum mengubah perasaan Jika Anda sedang sedih, cobalah tersenyum. Senyuman akan membuat perasaan menjadi lebih baik. Menurut penelitian, senyum bisa memperdayai tubuh sehingga perasaan berubah.


3. Senyum menular Ketika seseorang tersenyum, ia akan membuat suasana menjadi lebih riang. Orang disekitar Anda pasti akan ikut tersenyum dan merasa lebih bahagia.


4. Senyum menghilangkan stres Stres bisa terlihat di wajah. Senyuman bisa menghilangkan mimik lelah, bosan, dan sedih. Ketika anda stres, ambil waktu untuk tersenyum. Senyuman akan mengurangi stres dan membuat pikiran lebih jernih.


5. Senyum meningkatkan imunitas Senyum membuat sistem imun bekerja lebih baik. Fungsi imun tubuh bekerja maksimal saat seseorang merasa rileks. Menurut penelitian, flu dan batuk bisa hilang dengan senyum.


6. Senyum menurunkan tekanan darah Tidak percaya? Coba Anda mencatat tekanan darah saat anda tidak tersenyum dan catat lagi tekanan darah saat anda tersenyum saat diperiksa. Tekanan darah saat Anda tersenyum pasti lebih rendah.


7. Senyum adalah obat alami. Senyum bisa menghasilkan endorphin, pemati rasa alamiah, dan serotonin. Ketiganya adalah hormon yang bisa mengendalikan rasa sakit.


8. Senyum membuat awet muda Senyuman menggerakkan banyak otot . Akibatnya otot wajah terlatih sehingga anda tidak perlu melakukan facelift. Dijamin dengan banyak tersenyum Anda akan terlihat lebih awet muda.


9. Senyum membuat Anda kelihatan SUKSES Orang yang tersenyum terlihat lebih percaya diri, terkenal, dan bisa diandalkan. Pasang senyum saat rapat atau bertemu dengan klien. Pasti kolega Anda akan melihat Anda lebih baik.


10.Senyum membuat orang berpikir positif Coba lakukan ini : Pikirkan hal buruk sambil tersenyum. Pasti susah. Penyebabnya, ketika Anda tersenyum, tubuh mengirim sinyal "hidup adalah baik". Sehingga saat tersenyum , tubuh menerimanya sebagai Anugerah.

Rabu, 17 Juni 2009

Quesioner Keterikatan Emosi Di Dunia Maya

Seberapa dalam ya keterikatan emosi kita pada dunia maya :
( beri jawaban yang sesuai dengan keadaan anda : ya, kadang2, tidak )

1. Saya sll menghabiskan waktu senggang saya untuk bergabung dengan dunia maya
2. Saya lbh merasa nyaman berkomunikasi dengan teman2 di dunia maya dari pada dengan orang-orang yang ada disekitar saya.
3. Saya menemukan dunia baru didunia maya yang tentunya membuat saya merasa lebih punya warna
4. Ada sesuatu yang hilang atau kurang ketika selama beberapa hari tidak bertemu dengan teman-teman di dunia maya
5. Dunia maya telah membantu saya untuk mengekspresikan emosi2 alam bawah sadar yang mengendap
6. Saya sangat menikmati dunia maya karena pekerjaan saya memang harus berhubungan dengan internet, dan ini menguntungkan karena hobby saya bisa tersalurkan.
7. Dengan dunia Maya, saya merasa hidup tidak sendiri, karena ada banyak teman disana

Jawaban Quisioner Keterikatan Emosi Di Dunia Maya :

1. Jawaban ya lebih dominan : anda benar-benar sudah terikat secara emosi dengan dunia maya, hati-hati dengan kondisi ini bisa jadi anda mendapat julukan ” para Autis” karena lebih senang hidup dengan dunianya sendiri. Self control dan self awareness menjadi tonggak penolong dalam mengendalikan keterikatan emosi anda di dunia maya.

2. Jawaban kadang2 lebih dominan : Rasio dan emosi anda cukup bekerjasama dengan baik, nikmati dunia maya dengan tetap memiliki kesadaran rasio dan emosi yang seimbang.

3. Jawaban Tidak : Anda berada pada zona kesadaran rasio dan emosi yang begitu tinggi, sehingga anda seringkali menganggap dunia maya akan merugikan waktu anda bahkan anda bisa masuk dalam kategori orang yang terlalu kaku. Tidak ada salahnya jika sesekali bergabung dengan dunia maya, setidaknya otak kanan anda lebih tereksplorasi.

By : Saptorini rs ( Krisnadi Wibawa Consultant )

Minggu, 14 Juni 2009

CROSS-CULTURAL COMPARISONS

Consider some of the variations of adolescence around the world (Brown & Larson, 2002 ) :

1. two-thirds of Asian Indian adolescencents accept their parents’ choice of marital partner form them ( Verma& Saraswathi,2002)
2. In the Philiipppines, many female adolescencets sacrifice their own futures by migrating to the city to earn money that they can send home to their families.
3. Street youth in Kenya and others parts of the world learn to survive under higly stressful circumstances. In some cases abandoned by their parents, they may engage in delingquency or prostitution to provide for their economic needs.
4. In the middle east, many adolescents are not allowed to interact with other sex, even in school ( Booth, 2002 )
5. Whereas individuals in the Unied State are marrying later than in past generations, youth in Rusia are marrying earlier to legitimize sexual activity ( Stetsenko, 2002 ).

Resource : Socioemotional Development in Adolescence

Sabtu, 13 Juni 2009

Creativity Program For Young Adults

The several claims in the current literature on creativity :
1. Creativity can be developed or at least fostered
2. Creativity can’t be developed in a vacuum but only within a specific domain
3. All persons can be creative in some field, although some people suffer from various inhibitions
4. Creativity is nearer to puberty or early adolescence than to early childhood due to experiences, maturation, volition as wellas the complex cognitive abilities required
5. Creativity and intelligence are independent only up to a certain threshold, beyond which they become independent
6. Creative activities should not be time limited as”such limits constrain ideational fluency by cutting off the flow of ideas”
7. Ideational skill, the ability to generate new ideas, is considered to be the most significant creative skill.

Resource : Nurturing Talent

THE TWO TYPES OF EXECUTIVES

The two types of executives can by defined the following traits :

Nonvisionary Executive :
*. Solves daily problems and makes decisions
*. Meet formally with immediate subordinates
*. Is aloof, rational, critical, and “cold” (people and ideas prompt a reserved response)
*. Pays attention to weakness
*. Talks about current business activities.

Visionary Executive :
*. Articulates philosophy
*. Makes contact with employees at all levels
*. Is respective, expressive, supportive, and “hot” (people and ideas ignite him)
*. Pays attention to strengths
*. Talks about future goals.

Source : Creating Excellence
Krisnadi Wibawa Counsultant

Kamis, 07 Mei 2009

Relaksasi Untuk meningkatkan Positive Feeling

LANGKAH 1.
Ambilah posisi senyaman mungkin dan santai, taruhlah ujung jari-jari kedua belah tangan anda diatas diperut.


LANGKAH 2.
Ambilah napas dalam-dalam dan pertahankan hingga 7 hitungan. Kemudian perlahan –lahan hembuskanlah. Ulangi beberapakali dengan ujung-ujung jari tetap berada diatas perut.


LANGKAH 3.
Pejamkanlah mata anda dan bayangkanlah hal-hal negatif yang pernah anda alami dalam kehidupan anda , rasakanlah dalam dalam.........kemudianlah bayangkanlah hal-hal positif yang pernah anda rasakan dalam kehidupan anda, rasakan dalam dalam.......
Tariklah nafas dalam dalam untuk menarik energi positif dan hembuskanlah untuk membuang energi negatif secara perlahan-lahan.........


LANGKAH 4.
Balikkanlah kedua telapak tangan anda dan bayangkanlah energi positif sedang memasuki kedua tangan anda dan berbaur dengan pikiran, tubuh, jiwa..........rasakanlah dalam dalam.


LANGKAH 5.
Tetaplah pejamkan mata, Gabungkanlah kedua ujung jari tangan anda dalam dalam posisi berdoa dan katakanlah : aku dialiri oleh enegi positif yang melimpah-limpah dan selaras dengan kehidupanku....ada kesabaran, kesetiaan, kedamaian, dan keikhalasan yang telah dan akan menjadi bagian kehidupanku.......lakukan beberapa kali,tariklah nafas dalam-dalam, rasakan dan hembuskanlah........

Minggu, 23 November 2008

MODIFIKASI PERILAKU

DEPRESI ( TRANSLATE )


Kita semua merasa bersedih hati dan murung pada suatu waktu atau pada saat lainnya. Kita sering mengalami perasaan apa yang sering disebut dengan depresi manakala lelah dan frustasi, manakala kita gagal pada sesuatu yang menurut kita sangat penting, atau ketika hubungan dengan seorang yang kita inginkan sebagai teman baik atau cinta kita berakhir. Karena kebanyakan dari kita, depresi hanya berlangsung dengan singkat; hal itu adalah suasana kehidupan kita kadang-kadang, tetapi segera berlalu. Bagaimanapun, depresi adalah fenomena yang sifatnya sementara. Karena banyak orang, nampak muncul hampir tanpa penyebab, terjadi dengan frekwensi yang sangat susah, atau kadang-kadang tetap hidup baik dalam bulan atau bahkan tahun. Kesedihan yang menyakitkan dapat menjadi sangat hebat. Beberapa individu datang untuk memandang hidup mereka sebagai sesuatu yang sangat sia-sia dan tidak dapat memuaskan dirinya, kadang-kadang yang bunuh diri sepertinya adalah satu-satunya solusi. Kekejam dari depresi ini adalah suatu keluhan yang sering dialami antar individu untuk mencari bantuan psikologis.
Kelaziman depresi di dalam masyarakat kita hanya dapat diperkirakan, tetapi hal itu dipercaya bahwa 2 sampai 4 persen penduduk dari 4 sampai 8 juta orang Amerika sedang dalam kekurangan untuk memperoleh perawatan pada depresi ini. Yang sungguh memprihatinkan, tidak semua orang yang memerlukan perawatan itu dapat menerimanya. Kira-Kira satu dari lima orang yang mengalami depresi dapat menerima perawatan; satu dari lima puluh orang diopname; dan sekitar satu orang dari dua ratus orang benar-benar mengalaminya atau dalam kehidupan mereka (Lehman, 1971).Kemungkinan seseorang akan menjadi "depresi secara klinis" sekali dalam seumur hidup nya telah diperkirakan mengalaminya sebesar 10 persen, tetapi halangan untuk wanita diperkirakan dobel seperti yang digambarkan (Klerman & Barrett, 1973). Depresi adalah problem yang sangat jelas dan sangat mengejutkan.
Secara tradisional, teori psikoanalitik telah menyajikan penjelasan psikologis yang utama untuk depresi, atau "melankolia" menurut Freud (1959) hal tersebut disebut. Melankolia ditandai oleh tiga gejala: penurunan self esteem, self accusation, dan delusional yang diperlukan untuk menghukum-dirinya sendiri. Proses melankolia ini muncul lebih sedikit dibandingkan dari yang secara langsung:
Ada hilangnya suatu obyek cinta ( secara riil atau diimajinasikan) dan "penarikan libido" dari obyek itu. Di sana mengikuti suasana hati tak sadar di obyek untuk meninggalkan, suatu introjeksi (persatuan) tentang obyek oleh " ego," dan identifikasi yang berikut dengan obyek introjeksi yang baru. Sekarang, libido tersebut dihubungkan dengan obyek yang diintrojeksikan dan kemarahan yang mula-mula merasa ke arah obyek tersebut adalah sisa-sisa maka diarahkan pada bagian dari diri itu. Hal ini mengakibatkan ke tiga gejala depresi yang utama. (Schuyler, 1974, hal. 69-70)
Konsep depresi secara fisiologis atau proses penyakit tersebut juga menggambar minat yang luar biasa, dan studi biokimia telah lusinan implikasi pada bahan kimia sistem urat syaraf seperti yang telah diperkirakan ( lihat, sebagai contoh, Becker, 1974). Walaupun teori biokimia depresi adalah suatu area yang penuh keberhasilan, mereka telah tergoda oleh studi yang sangat wajar di dalam metodologi dan konseptualisasi yang kesimpulannya masih belum dapat digarmbarkan ( lihat kritik oleh Baldessarini, 1975; Beck, 1967).
Konseptualisasi tingkah laku depresi dan perawatannya yang seara relatif terbaru. Hanya pada masa dekade lalu mempunyai masalah menerima perhatian yang serius di dalam literatur modifikasi perilaku, dan hampir total ketiadaan evaluasi hasil dari intervensi tingkah laku adalah suatu sumber yang mengejutkan. Tingkah laku secara klinis yang dipusatkan terutama pada bangunan "model" tentang depresi disorder dan model testing yang keduanya baik secara klinis dan setting analog. Teknologi treatment dilakukan dalam masa kanak-kanak, dengan studi kasus anekdot yang bertindak sebagai petunjuk untuk praktek secara klinis.
Di dalam bab ini, kita akan memperhatikan bahwa depresi dari perspektif tingkah laku. Kita akan mulai dengan berusaha untuk menyortir apakah hal itu termasuk depresi atau tidak. Kemudian kita akan dengan kritis menguji beberapa konseptualisasi tingkah laku ; tentang penyebab depresi tersebut. Yang akhirnya, kita akan memiliki contoh dengan teknik cakupan yang luas yang akan digunakan untuk berbagai "perilaku depresi," membandingkan dan membandingkan pendekatan tersebut yang paling mungkin.
THE PROBLEM OF DEFINITION

Secara familier istilah dari "depresi" dan emosi nampak untuk membawa mengarahkan pada pembaca untuk berpikir yang mendapatkan definisi depresi. Hal ini adalah sungguh benar adanya, ada hampir dosinan definisi tersebut, semua berbeda, sekalipun begitu semua mengakui untuk menguraikan perwujudan yang sama itu. Depresi dengan berbagai cara mengacu pada " status suasana hati (mood) yang normal, status mood yang abnormal, suatu gejala (symtom), syndrom symtoms gejala sindrom seperti halnya suatu proses penyakit dan mungkin pada suatu rangkaian proses penyakit" (Lewinsohn, 1974, hal. 63). Individu yang tertimpa akan nampak sangat sedih atau bahagia ("smiling dpresi"). Mereka akan nampak merasakan sedih dan "murung," mereka mungkin secara lisan kasar dan mengandung arti bermusuhan, mereka mungkin tidak logis, atau mereka mungkin membisu. Mereka akan menunjukkan reterdasi motor, penampilannya dalam bergerak sangat lambat atau tidak sama sekali, atau mereka mungkin agitasi dan resah secara konstan dalam melangkah, dan meremas-remas tangan mereka. Semua perilaku ini lebih banyak lagi digolongkan di bawah sebagai depresi (lihat Tabel 13-1). "Depresi" menceritakan secara klinis tingkah laku yang banyak terjadi di sekitar klien sebagai "makanan" untuk menceritakan kepada anda sekitar apa yang anda perlukan untuk makan malam.
Kekurangan dari istilah "depresi" sebagai label deskriptif telah memberikan banyak usaha untuk menggambarkan sub klasifikasi yang menunjukkan karakteristik yang lebih homogen. Kebanyakan subklasifikasi ini mencari untuk membagi secara perasaan spektrum depresif ini ke dalam dua komponen atas dasar beberapa kriteria yang rasional. Begitu juga, para pembaca akan sering menemukan pembedaan seperti endogenus versus eksogenus, unipolar versus bipolar, primer versus sekunder, agitasi versus retardasi, otonomi versus reaktif, neurotik versus psikotik, dan seterusnya. Dengan pengalaman strategi yang didasarkan untuk menjelaskan subtipe depresi atas dasar faktor atau analisa interview kluster atau data observasi (sebagai contoh, Grinker, Miller, Nunn & Nunnally, 1961; Paykel, 1972), atau atas dasar respon diferensial pada pengobatan antidepressant (Keseluruhan, Hollister, Johnson,& Pennington, 1966). Masing-Masing strategi ini mempunyai beberapa nilai dalam pembagian banyak orang yang diberi label depresi ke dalam kelompok yang terbagi dalam beberapa bentuk. Bagaimanapun, karakteristik di dalam masing-masing kelompok masih bervariasi, dan tumpang-tindih antara subklas yang sangat besar, bahwa penjelasan label sedikit yang masih berlaku untuk menyebarkan informasi yang bermanfaat sekitar apa yang bersalah dengan individu tertentu, bagaimanapun dia mendapatkan jalan tersebut, dan bagaimanapun dia dapat dibantu. Lagipula, secara klinis menggunakan sistem klasifikasi populer yang sering tidak sependapat pada kategori di mana rasa memiliki individu yang terdepresi (sebagai contoh, Blinder, 1966).
Secara Perilaku dengan pendekatan secara klinisi dan secara teoritis nampak adanya keraguan seperti bagaimana cara memandang depresi tersebut. Secara umum pandangan dua poin dapat diidentifikasi (Lewinsohn, 1975a). Yang pertama berasal dari pendekatan analitik fungsional, dancenderung untuk menghindari depresiasi secara konseptualsebagai suatu kesatuan atau sindrom spesifik yang layak diberi label khusus. Sebagai gantinya, perilaku tertentu yang diperlihatkan oleh individu "yang terdepresi" diuji dan dimodifikasi secara individu. Dengan kata lain, " depresi " adalah tidak diperlakukannya sebagai suatu kesatuan yang utuh. Melainkan, yang terdahulu dan konsekwensi, sebagai contoh, dysphoric verbal, penyataan diri-sendiri negatif, retardasi motor atau agitasi, dan seterusnya, ditentukan secara bebas, dan masing-masing perilaku ini dimodifikasi melalui aplikasi dari suatu teknik tingkah laku yang sesuai. Keuntungan dari sudut pandang ini bahwa hal itu tidak memerlukan asumsi baru tentang "depresi" yang didalam dirinya; sebagai gantinya, perilaku komponen dipahami di dalam kerangka dari prinsip perilaku umum.
Pendekatan yang kedua mengasumsikan bahwa faktor penyebab umum yang mendasari semua perilaku depresi. Dari pandangan ini, depresi ditandai oleh kejadian tertentu dari beberapa macam prilaku, walaupun orang-orang memandang kombinasi yang berbeda dari perilaku ini. Secara Individu belajar sejarah akan memodifikasi manifestasi tingkah laku, tetapi beberapa kejadian yang umum yang terdahulu berhenti pada satu ini dari semua depresi. Sudut pandang ini mempunyai keuntungan potensi dalam menyediakan suatu kerangka kerja di sekitarnya untuk mengorganisir informasi tentang perilaku depresif. Hal itu dapat mendorong kearah penemuan dari suatu pendekatan pengobatan umum yang berharga di dalam perawatan dari semua variasi depresi, dan asesmen dan paket untuk mengobati yang jauh lebih efisien dibanding yang diperoleh dari pendekatan analitik-fungsional itu.
Posisi mana yang "benar"? Dalam posisi ini, kita tidak bisa menjawab pertanyaan ini, dan secara klinis berbeda seperti model yang mereka anut. Suatu pendekatan analitik-fungsional pada assesment dan treatment "perilaku depresi" mungkin paling sering dipergunakan diantara tingkah laku klinis. Bagaimanapun, berbagai model depresi sering melayani untuk fokus ”secara klinis” analisa fungsional pada area tertentu.
Poin dari diskusi ini adalah bahwa tidak ada definisi yang disetujui tentang gejala (atau fenomena) yang diketahui sebagai depresi. Begitu juga, masing-masing sifat klinis yang diambil seseorang dalam pendekatan individual sebagai ukuran dan studi tentang depresi. Walaupun banyak tingkah laku yang mengorientasikan secara klinis yang dimaksud tidak memerlukan konsep sama sekali semuanya, fakta yang tinggal bahwa "sifat klinis sehari-hari yang berkonsultasi oleh beribu-ribu orang mengatakan bahwa mereka mengalami depresi" ( Lazarus, 1968, hal. 84). Oleh karena itu, para pembaca perlu mencatat bahwa kita akan menggunakan istilah depresi secara rinci untuk menandakan suatu kondisi yang ditandai oleh laporan dirinya sendiri mengalami kesedihan, patah semangat, dysporic mood,
kecuali dalam kejadian itu di mana peneliti atau secara klinis sudah menyajikan definisi operasional mereka sendiri. Perilaku atau "symtoms" biasanya ditandai suatu suasana hati yang tertekan, seperti penarikan diri, kelesuan, dan penyataan negatif pada diri-sendiri, yang akan diterangkan dan dihadapkan sebagai kesatuan individu jika memungkinkan.
Jika para pembaca menemukan diri mereka sedikit banyak bingung, terganggu, atau tak percaya pada pijakan mereka dalam posisi ini, mereka dapat mengambil kenyamanan di dalam fakta bahwa ini adalah suatu perasaan bersama oleh banyak psikolog di dalam bidang itu. Yakin bahwa ini adalah mental yang sesuai untuk menata dengan pendekatan literatur pada depresi.
BEHAVIOR NODELS OF DEPRESION
Extinction models
Dulu, dan yang betul-betul paling luas dikenal, konsepsitualisasi tingkah laku depresi memandang bahwa hal itu sebagai hasil dari gangguan di dalam hal penguatan positif diterima oleh individu itu. Yang diletakkan secara sederhana, sebagian besar perilaku di dalam daftar lagu-lagu orang, khususnya yang terlibat di dalam interaksi sosial, adalah pada penghapusan. Walaupun Skinner (1953) menyinggung penjelasan ini di dalam Buku klasiknya science and human behavior, seperti Charles Ferster (1965, 1966; juga 1973, 1974 yang telah diperbaharui) yang pertama menguraikan secara rinci suatu penafsiran tentang depresi.
Ferster melihat pengurangan dalam frekwensi perilaku yang dipancarkan oleh seorang sebagai ciri khas depresi yang terkemuka. Terutama sekali dipengaruhi perilaku yang telah sukses dalam menimbulkan hal penguatan yang positif. Menurut Ferster, pengurangan seperti itu di dalam perilaku dapat menguatkan yang dapat membangun dari dua proses umum. (1) Penguatan seseorang yang telah masuk secara langsung dapat mengurangi melalui beberapa perubahan dalam lingkungan tersebut. Sebagai contoh, kematian dari seseorang yang dicintai, hilangnya suatu pekerjaan, atau perpindahan dari suatu kota baru adalah semua situasi yang melibatkan suatu gangguan dari sumber penguatan biasa. Beberapa orang dengan " semua telor mereka di dalam sebuah keranjang" hal itu adalah, beberapa orang dengan satu atau sangat sedikit sumber penguatan terutama sekali yang peka atas kerugian seperti itu. Suatu contoh klasik adalah perempuan yang lebih tua, yang belum kawin menjadi sungguh terdepresi setelah menyusul kematian saudarinya dan dia telah berusia tigapuluh tahun. (2) usaha Individu untuk lepas atau menghindari menolak stimulasi yang sudah menjadi sangat kuat dimana mereka itu mendapatkan lebih dahulu respon yang mungkin menghasilkan hal penguatan positif. Dalam kasus ini, depresi sekunder ke ketertarikan, yang mungkin dikondisikan atau reaktif, realistis atau tidak realistis. Sebagai contoh, beberapa orang yang sangat tertarik di dalam situasi hubungan antar pribadi akan menarik dari seseorang untuk menghindari kegelisahan dan dengan demikian mengerat diri mereka dari penguatan sosial.
Arnold Lazarus (1968), esensial mempunyai pandangan yang sama seperti Ferster, menggambarkan depresi sebagai perlemahan perbedaharaan tingkah laku individu atau ketidak cukupan penguatan. Lazarus, pengembangan depresi sebagai suatu proses dua-tingkat. Pertama, hilangnya sesuatu kekuatan yang penting yang melemparkan seseorang ke dalam status "duka cita”. Status ini secara batas-diri sendiri yang normal, dan akan menghilang ketika individu mengidentifikasi dan memperoleh sumber penguatan yang lain untuk mengejar kehilangan tersebut. Jika seseorang tidak punya penguatan lain dan untuk beberapa alasan yang tidak mampu menemukan dan menggunakan sumber lain, " suatu kondisi kronik dan atau status tidak ada penguatan akut dapat mengakibatkan suatu kondisi di mana seseorang menjadi relatif keras kepala pada kebanyakan stimuli dan masuk ke status "depresi"' ( Lazarus, 1972, hal. 249).
Petrus Lewinsohn (1974) dan para rekan kerjanya di Universitas Oregon sudah bekerja secara ekstensif dengan model extinction, menyaring dan mengembangkan rumusan yang lebih awal, dan juga bertanggung jawab untuk kebanyakan dari test percobaan dari asumsi model. Lewinsohn (1974) versi model extinction yang menyandarkan pada tiga hipotesis: (1) Tingkat yang rendah fungsi response- contigent positive reinforcement (RCPR) sebagai suatu stimulus yang tidak dikondisikan secara tertentu pada tingkah laku depresi, seperti pengaruh sedih, kelelahan, dan sometic symtoms lain. (2) tingkat rendah RCPR adalah bertanggung jawab pada gejala depresi lainnya, seperti tingkat rendah dari perilaku - hasil dari seseorang pada extinction. 3) Total jumlah RCPR yang diterima oleh perorangan adalah fungsi sambungan dari tiga faktor: (a) banyaknya peristiwa dan aktivitas individu yang menemukan penguatan (yang, menyenangkan); (b) ketersediaan ini menguatkan peristiwa di dalam lingkungan seseorang; (c) kemampuan dari individu untuk memperoleh penguatan itu; hal itu adalah, seseorang memiliki ketrampilan yang penting untuk menimbulkan hal-hal yang ia atau dia temukan penguatan? Model Lewinsohn diringkas di dalam Gambar 13-1.
Salah satu dari bentuk yang rumit dari perumusannya Lewinsohn adalah pentingnya response – contingent positive reinforment . Depresi tidak akan menghasilkan secara sederhana dari sisa input yang menyenangkan; melainkan, hal itu adalah tingkat dimana perilaku seseorang untuk bertanggung jawab atas input yang sangat penting itu. Begitu juga, depresi dapat meningkat dari pencapaian defisit atas penampilan instrumen yang memimpin ke arah penguatan, dari hilangnya penguatan penampiallnya, atau dari mon-kontingen reinforcement selanjutnya. Kasus terakhir memberikan contoh oleh seseorang yang dipensiun dan masih menerima gaji sedangkan "tidak melakukan apapun."
Lewinsohn dan beberapa orang lain (sebagai contoh, Burgess, 1969; Lazarus, 1968; Liberman & Raskin, 1971) sudah mencatat suatu masalah tambahan yang dihadapi oleh orang yang terdepresi: " ia sering memperoleh penguatan sebagai konsekwensi pada emisi perilaku depresi" ( Burgess, 1969, hal. I93). Seorang yang terdepresi menyatakan secara verbal susah dan bertindak dalam cara-cara yang akan menimbulkan perhatian, dan simpati dari lainnya. Reaksi ini memberi penguatan pada individu, dan dengan demikian dia mengalami peningkatan dalam mengungkapkan penderitaannya. Tetapi pada waktunya, dalam hal ini depresi lingkungan yang tumbuh kelelahan berlanjut pada keluhan tersebut dan mulai menghindarinya pada lingkungan yang lebih gembira, begitu lebih lanjut mengurangi jumlah penguatan dan memperburuk depresi itu ( Lewinsohn, Weinstein, & Shaw, 1969). Yang kurang baik dan efek pengusiran seseorang yang terdepresi dari komunikasi yang terdapat sekitar itu, mereka telah ditetapkan dengan eksperimen (Coyne, 1976). Individu normal menempatkan diri mereka ke klas khusus yang dengan signifikan lebih terdepresi, cemas, dan bermusuhan setelah bicara dengan orang-orang yang terdepresi dibandingkan setelah bicara dengan seseorang dengan suatu keluhan psikologis yang berbeda. Lagipula, mereka melaporkan lebih sedikit kesediaan untuk saling berhubungan lain dengan individu yang terdepresi dibanding dengan orang-orang yang tidak terdepresi itu.
Lewinsohn dan rekan sekerjanya sudah melaksanakan suatu program riset yang lebih luas pada extinction model. Di dalam eksperimen mereka, subjek dipertimbangkan terdepresi jika mereka menemukan kriteria skore yang ditentukan untuk memilih skala pada Minnesota Multiphasic Personality Inventory dan satu set faktor yang diperoleh dari suatu wawancara terstruktur (Grinker, Miller, Sabshin, Nunn,& Nunnally, 1961; Lewinsohn & Libet, 1972). Usaha ini diarahkan pada pemilihansuatu kelompok individu dengan depresi dari intensitas klinis yang mendasari masalah utama psikologis mereka. Penemuan yang utama dari riset ini sebagai berikut :
Ada suatu hubungan yang signifikan antara suasana hati individual dan macam dan jumlah dari peristiwa dan aktivitas yang menyenangkan di mana dia terlibat (Lewinsohn & Graf, 1973; Lewinsohn & Libet, 1972). Secara umum, aktivitas yang semakin menyenangkan terlibat didalamnya, semakin sedikit depresi suasana hati, walaupun terdapat perbedaan individu yang besar.
Individu yang terdepresi menemukan lebih sedikit aktivitas yang menyenangkan, keterlibatan aktivitas yang menyenangkan sering lebih sedikit, dan sebagai konsekwensinya memperoleh lebih sedikit hal pennguatan positif dibanding lainnya yang secara normal atau individu dengan problem psikiatris lainnya (Macphilamy & Lewinsohn, 1974).
Beberapa orang yang terdepresi memperlihatkan lebih sedikit ketrampilan sosialnya, dan karenanya lebih sedikit kemampuan untuk menimbulkan hal penguatan positif dari lainnya, dibanding dengan orang-orang yang tidak terdepreasi (Libet & Lewinsohn, 1973; Shaffe r& Lewinsohn, 1971). Individu yang depresi memancarkan hubungan prilaku interpersonalnya pada sekitar hanya separuh dari tingkat para orang-orang yang non depresi; dan seorang laki-laki depresi cenderung untuk membatasi cakupan pada seseorang dengan berinteraksi antara mereka di dalam situasi kelompok-kecil. Beberapa orang yang depresi juga memancarkan lebih sedikit reaksi positif ke arah orang yang lain dan lebih lambat untuk bereaksi terhadap verbalisasi lainnya dibandingkan orang-orang yang non depresi.
Penemuan dari program riset yang diselenggarakan oleh Lewinsohn dan teamnya, secara umum, konsisten dengan pengambil-alihan model mereka. Bagaimanapun, walaupun studi sudah menunjukkan suatu hubungan kebalikan antara depresi dan penguatan positif (seperti keduanya digambarkan oleh Lewinsohn), secara langsung penyebab hubungan ini tidak dapat ditentukan dari riset itu. Pengurangan apa di dalam penguatan positif yang menyebabkan depresi, apakah depresi menyebabkan pengurangan di dalam penguatan positif atau keduanya secara sederhana terjadi bersama-sama seperti hasil lainnya, hingga kini belum diketahui, penyebabnya ? Jawabannya adalah tidak dikenal.
Kesulitan berlanjut dengan risetnya Lewinsohn adalah kegagalan untuk memfokuskan pada aspek respon-ketergantungan yang semuanya sangat penting dari penguatan individu. Walaupun Lewinsohn tidak memaintance bahwa tingkat penguatan positif yang didalam dirinya, hanyalah respon-ketergantungan alami (nature) yang memperkuat corak yang penting di dalam depresi, risetnya hanya dipusatkan pada sejumlah penguatan yang diterima oleh individu itu. Pada tingkat hilangnya respon-ketergantungan penguatan pendirian sebagai pondasi bagi posisi Lewinsohn, hingga model tersebut belum diuji.
Problem akhir adalah bahwa sebagian dari asumsi dasar Lewinsohn secara sederhana tidak cocok dengan apa yang diketahui tentang perilaku sebagai jawaban atas tingkat rendah penguatan. Lewinsohn mendalilkan bahwa tingkat rendah RCPR meliputi perilaku pengurangan perilaku depresi. Bagaimanapun, binatang adalah menekan penghalanganya untuk dapat makanan pada seluruh "thin" jadwal perbandingannya (kata VR-100) yang secara khas bekerja pada langkah sangat hebat, sebab dapat menjawab dengan cepat yang akan menghasilkan penguatan yang jarang terjadi dengan cepat. Kita hanya dapat mempertimbangkan pada suasana hati binatang yang aktip di bawah jadwal ini yang mungkin saja sungguh " terdepresif " pada situasi itu, tapi perilaku tersebut tampaknya berlari secara berlawananuntuk diusulkan itu oleh analisanya Lewin-Sohn. Walaupun ada suatu perbedaan besar antara binatang di dalam Skinner box dan depresi yang terjadi pada manusia, model pemusnahan depresi itu adalah dipredikatkan pada prinsip yang diperoleh sampai jumlah besar tertentu dari pengamatan atas perilaku binatang. Jika perilaku pada model dimaksudkan untuk menjelaskan pertentangan dengan pengamatan dari model yang dibangun, penjelasan untuk pertentangan pasti dalam urutan tersebut. Hingga kini, tidak ada penjelasan untuk ketidak kongruenan ini yang telah ditawarkan.
Variations of the extinction model. Kita dapat mengidentifikasi dua poin pandangan yang telah disepakati sebagai dugaan dasar depresi adalah suatu fenomena extinction, tetapi berbeda dengan yang konseptualisasi sebelumnya dalam kaitan dengan yang dikira menjadi penyebab pemusnahan itu. Charles Costello (1972), sebagai contoh, telah mengusulkan depresi itu diakibatkan oleh hilangnya efektifitas reinforcer dibanding hilangnya itu penguatan dirinya sendiri. Costello mencatat individu yang terdepresi itu sering kehilangan minat di dalam aktivitas yang menyenangkan seperti makanan dan sex, walaupun sumber kesenangan ini masih tersedia untuk mereka. Dengan kata lain, orang yang terdepresi adalah tidak lagi mau mendengarkan stimuli yang menguatkan. Costello mendalilkan penguatan itu adalah hilangnya efektivitas mereka dalam kaitan dengan: (1) endogin biokimia atau perubahan fisiologis; (2) gangguan dari suatu rantai perilaku, seperti hilangnya satu dari penguatan dalam rantai kehidupan.
Sebagai contoh, mahasiswa belum bergelar mengharapkan untuk menjadi seorang profesor biologi mungkin akan menemukan banyak sekali aktivitas yang berperan untuk sasaran itu yang menguatkan (sebagai contoh, belajar bidang tertentu, menjadi nilai test kebaikan, mulai bekerja riset, menghadiri ceramah kuliah). Jika seorang penguat di dalam rantai tersebut mengatakan, pintu masuk untuk lulus sekolah dipindahkan, banyak sekali terkait penguatan akan menghilangkan efektivitas mereka. Mempelajari akan menjadi sesuatu yang menyeret, riset jadi membosankan, dan seterusnya. Nilai penguatan dari suatu jaringan aktivitas yang utuh menghilang lenyap manakala satu komponen di dalam rantai tersebut dipindahkan, dan "alasan" (penguatan) karena sebagian besar perilaku orang dihapuskan. Hasilnya adalah suatu pengurangan dapat meresap di dalam perilaku yang depresi. Adalah penting untuk dicatat bahwa walaupun siswa biologi di dalam contoh ini telah gagal untuk menerima sebuah penguat (pintu masuk untuk lulus sekolah), banyak sekali yang biasanya menjadi penguat tersebut (mempelajari, riset, dan seterusnya) masih tersedia. Bagaimanapun, kepindahan dari sesuatu "sangat penting" penguat telah mendorong hilangnya efektivitas untuk banyak penguatan lainnya.
Lazarus (1972) telah mengkritik posisi Costello, berkata bahwa pada umumnya mustahil untuk menentukan apakah hilangnya efektivitas secara umum dikenal reinforcers adalah suatu efek atau suatu penyebab depresi. Pertanyaan ini masih belum mapan, tetapi studi oleh kelompok Lewinsohn ( Lewinsohn & Macphillamy, 1974; Macphillamy & Lewinsohn, 1973) sudah menghasilkan data yang konsisten dengan hipotesisnya Costello. Mereka menemukan bahwa keduanya non depresi dan individu yang depresi berhubungan lebih sedikit di dalam aktivitas yang menyenangkan, yang hanya individu yang terdepresi melaporkan bahwa aktivitas itu adalah juga lebih sedikit menyenangkan. Begitu juga, hal itu akan nampak bahwa hilangnya nilai penguatan dari aktivitas sebelumnya yang menyenangkan mungkin adalah dengan uniknya dihubungkan dengan depresi tersebut. Apakah ini adalah penyebab depresi atau hanya suatu yang serentak karakteristik..
Walaupun model pemusnahan lainnya, mencakup yang dimiliki Costello sudah dipusatkan seluruhnya pada ketidaktentuan penguatan eksternal, hal itu telah diusulkan bahwa pad tingkat rendah penguatan internal, yang akan dilaksanakan sendiri juga merupakan faktor dalam beberapa depresi. Posisi ini mula-mula diusulkan oleh Albert Marston (1964) dan diikutinya kemudian oleh Bandura (1969). Individu yang terdepresi dihipotesakan untuk mengevaluasi diri mereka dengan cara yang berbeda. Individu non depresi menetapkan sasaran yang dapat dicapai dan layak, dan siap menguatkan diri mereka manakala mereka bertemu dengan mereka. Di dalam bentuk yang kontras, depresi standard seeorang adalah penampilan mereka yang tak realistis, perfeksionis, dan sebagian besar tidak dapat dicapai. Begitu, mereka sering gagal untuk menjangkau kriteria-kriteria mereka untuk penguatan-diri sendiri, dan sebagai gantinya memberi selamat pada diri mereka, mereka berakhir dengan perasaan yang mereka sudah melakukan sungguh dengan sangat buruk. Menghasilkan tingkat rendah penguatan-diri sendiri dan tingkat tinggi hukuman-pada diri sendiri kiranya mempunyai efek yang sama seperti yang dihipotesakan pada nama-nama model pemusnahan, pada tingkat rendah perilaku dan perasaan depresif yang dirasakan.
Dugaan bahwa depresi individual berbeda dari yang normal dalam penguatan-diri mereka telah memancarkan menerima beberapa dukungan laboratorium. ketika meminta untuk mengevaluasi pencapaian mereka pada suatu tugas memori, subjek dengan depresi-tinggi (seperti terpilih oleh sebuah inventori laporan diri ) yang diatur secara signifikanlebih sedikit penguatan-diri dan secara signifikan hukuman-diri dibanding yang dilakukan dengan depresi rendah lainnya atau subjek yang non depresi, sungguhpun semua tiga kelompok tersebut yang benar-benar terjadi dengan jumlah yang sama renposnya yang benar ( Rozensky, Rehm, Pry, & Roth, 1977). Tentu saja, pertanyaan para orang tua adalah perbedaan ini adalah penyebab atau hasil dari subjek yang depresi? Sekarang, tidak ada cara untuk mengetahui. Bagaimanapun, ketika kita akan melihat, suatu program perawatan untuk memperoleh sebagian dari gangguan model penguatan-diri adalah salah satu intrvensi perilaku yang minim membuktikan bermanfaat di dalam kontrol riset.
Model Belajar dari Ketidakberdayaan
Martin Seligman (1974, 1975, 1976) telah mengusulkan suatu model depresi berdasar pada suatu fenomena yang diketahui untuk dipelajari atau kondisi ketidak berdayaan yang diamati pertama dalam pengamatan dalam kondisi penghindari pada eksperimen dengan anjing ( Gvermeier & Seligman, 1967). Seorang anjing yang naif ditempatkan di dalam sebuah shuttlebox ia dengan cepat belajar untuk melepakans, dan secepatnya untuk menghindari, goncangan elektris yang menyakitkan dengan melompat di atas penghalang antara yang dikejutkan dan kompartemen tanpa kejutan dari kotak tersebut. Bagaimanapun, jika anjing adalah pertama yang dikendalikan di dalam mempergunakannya dan memperlakukan pada satu rangkaian shock dari ketidak mampuan untuk lepas, perilaku yang tak dikendalikan yang berikutnya di dalam shuttlebox sungguh berbeda. Ketika shock tersebut dipasang, mungkin dengan singkat perebutan kompartemen shock, tetapi segera menyerah, dan duduk atau duduk dengan pura-pura, dengan pasif menantikan goncangan tersebut untuk mengakhiri. Setelah diadakan percobaan pada anjing mungkin anjing akan melolong karena kesakitan, tetapi selanjutnya menerima goncangan tersebut dengan pasif dibandingkan mencari jalan untuk mencegah atau melepaskannya itu. Adakalanya, salah satu anjing ini yang secara kebetulan terguling ke dalam kompartemen yang nonshocked dan lepas goncangan, tetapi hal itu nampak tidak acuh bahwa ia melompati penghalang apapun untuk melakukan untuk membebaskan rasa sakit itu. Sedangkan seekor anjing yang naif akan hampir dengan seketika "menangkap" pada ketidaktentuan dan mulai dapat percaya bahwa untuk melompati penghalang itu, anjing yang tanpa pengharapan berbalik ke goncangan yang kronis dapat lepas goncangan dengan keadaan pasif (Seligman, Maier,& Solomon, 1971). Hal itu telah pula tidak dipertunjukkan bahwa sakit dari goncangan dirinya sendiri yang menyebabkan anjing untuk bertindak di dalam pertunjukan yang aneh ini; melainkan, yang tidak terkontrol pada goncangan itu adalah faktor yang krusial (Maier, 1970; Seligman & Maier, 1967). Binatang tersebut kelihatannya telah mempelajari pembebasan itu dari penolakan stimulasi adalah tidak terikat untuk menjawabnya. Hal itu " percaya" dirinya sendiri yang dapat membantunya.
Menurut Seligman, kepercayaan di dalam ketakberdayaan diri sendiri dapat dipelajari di dalam cara berikut . Mempertimbangkan Gambar 13-2, yang mana suatu grafik respon ketidaktentuan untuk mengenal sebagai " ruang pelatihan." Pada grafik ini, hasil dari suatu tanggapan tertentu dalam kaitan dengan kemungkinan tentang apa yang sedang diperkuat dapat diuraikan sebagai titik di dalam ruang dia dimensi. Sumbu X memberikan kemungkinan penguatan untuk memancarkan perilaku yang dimasalahkan dari 0 (pemusnahan) sampai 1.00 (penguatan berlanjut). Sumbu X adalah tidak keseluruhan bercerita, bagaimanapun juga, karena ada juga suatu kemungkinan penguatan tertentu yang sedang dikirimkan perlu respon yang tidak dipancarkan. Kemungkinan ini diuraikan oleh sumbu Y. Begitu juga, adalah nyata yang menunjukkan jatuhnya di bawah diagonal menguraikan hubungan ketidaktentuan di mana tampilan perilaku akan menghasilkan penguatan yang lebih sering daripada tidak melakukan perilaku itu, sedangkan poin-poin di atas diagonal mewakili kebalikan itu. Di dalam kasus yang manapun, ketidaktentuan bisa dipelajari, dan orang atau binatang dapat memilih yang manapun untuk tidak menyebarkan kepada atau menyebarkan tanggapan tertentu, tergantung pada hubungan kemungkinan dalam memproduksi penguatan. Penguatan adalah bergantung sampai taraf tertentu yang menjawab (atau tidak menjawab, melihat masalahnya), dan organisma mempunyai fungsi kendali atas hasil tersebut.
Gangguan yang muncul pada organisma ketika ketidaktentuan diuraikan oleh poin-poin yang jatuh sepanjang atau dekat diagonal dirinya sendiri. Di sini, menjawab atau tidak menjawab dengan perilaku tertentu mempunyai kemungkinan yang sama, sedang diperkuat. Organisma tidak bisa lagi menentukan apakah menjawab atau menolak suatu tanggapan akan menghasilkan hasil yang paling baik; penguatan kini tidak terikat pada tanggapan. Apa yang organisma kerjakan tidak lagi mempengaruhi penyerahan tentang penguatannya : hal itu tanpa pengharapan.
Fenomena dari belajar ketakberdayaan adalah sungguh dapat meresap, dan telah dipertunjukkan di dalam variasi yang lebih luas pada jenis infra manusia dari monyet, anjing dan kucing, kebawah sampai pada ikan mas dan dan bahkan kecoa sangat rendah (lihat Seligman, 1975, untuk tinjauan ulang). Karakteristik dari belajar ketakberdayaan telah pula secara eksperimen dihasilkan pada subjek manusia yang mengikuti ekspose dengan cakupan yang lebih luas dari penolakan stimuli yang tak dapat dikontro, termasuk shock (Macdonald, 1940; Thomton & Jacobs, 1971), suara gaduh nyaring (Hiroto, 1974; Hiroto & Seligman, 1975; Miller & Seligman, 1975), dan problem diskriminasi tidak terpecahkan (Hiroto & Seligman, 1975).
Konsisten dengan pernyataan Seligman bahwa variabel yang rumit adalah ketiadaan kontrol dibandingkan pengalaman dari stimulasi yang berbahaya, penyelidik juga telah menemukan karakteristik dari ketakberdayaan yang dipelajari di dalam individu menunjukkan hal positif tetapi non-kontingen penguatannya (Cohen, Rothbart,& Phillips, 1976; Hiroto & Seligman, 1475; Roth & Kubal, 1975). Hubungan yang mudah dengan fenomena yang dapat dihasilkan di dalam laboratorium mendorong spekulasi dalam mempelajari ketakberdayaan yang mungkin terjadi yang sering dialaminya.
Seligman (1974, 1475) telah mengusulkan secara alami terjadinya ketakberdayaan yang dipelajari sebagai suatu penjelasan pada perilaku depresi. Individu yang terdepresi diasumsikan telah ditunjukkan pada situasi di mana hukuman atau penguatan yang dikirimkan tidak terikat pada respon mereka, dan mereka sudah datang untuk percaya bahwa mereka tidak punya kendali atas hal-hal yang terjadi kepada diri mereka. Sebagai contoh, manusia yang tiap-tiap usahanya disalahkan oleh bosnya atau istinya akan merasakan tanpa pengharapan untuk menghindari interkasi perlawanan. Perempuan yang kehilangan anaknya akibat leukimian yang tanpa haapan untuk mencegah kehilangan tersebut.
Calon bintang bioskop yang menerima keuntungan dan ketenaran oleh karena atribut phisiknya yang merasakan tanpa pengharapan sebabnya bertindak tidak menggunakan pengaruh di atas penghargaan itu. Seligman menyatakan bahwa masing-masing individu ini adalah belajar pada "ketakberdayaan" sama halnya seekor binatang yang menerima shock yang tidak terhindarkan), dan gejala manifesnya depresi kemudian. Seperti Seligman tunjukkan ke luar, banyak paralel yang ada antara perilaku dari binatang tanpa pengharapan dan manusia yang terdepresi. Sebagian dari persamaan yang semakin terkemuka mengikuti hal sebagai berikut :
1. Kepasifan. Binatang tanpa pengharapan duduk dengan pasif dan menerima hukuman. Dengan cara yang sama, orang-orang yang terdepresi adalah sering menarik mundur, lesu, dan bersikap masa bodoh, dan akan menunjukkan defisit yang dalam di dalam perilaku sebagai instumen ( bandingkan " kelumpuhan yang terjadi" di dalam Beck, 1967).
2. Seting teori negatif. Binatang yang tanpa pengharapan bertindak seolah-olah ia percaya menjawabnya adalah sia-sia. Bahkan setelah pada sebuah pengalaman yang sukses" (itu adalah, secara instrumental mengakhiri shock), hal itu tinggal ketidak-percayaan tentang kemampuannya untuk mengendalikan nasibnya. Individu depresi menjelma suatu hal negatif serupa yang merosot pada keberadaan mereka. Aaron Beck (1967), sebagai contoh, telah mencatat apa yang ia sebut " tiga serangkai yang utama" di dalam depresi, terdiri dari suatu hal pandangan negatif pada pengalaman, suatu hal pandangan negatif menyangkut dirinya, dan hal pandangan negatif pada masa depan itu. Karena secara depresi, hidup adalah satu rangkaian permasalahan yang mereka merasakan tidak mampu untuk berhadapan dengannya , dan di mana kelihatannya tidak ada batasnya.
Konsisten Dengan pengamatan klinis ini, hal itu telah ditunjukkan bahwa subyek telah terdepresi (seperti dijelaskan oleh skor pada inventori depresi) adalah lebih sedikit terpengaruh dengan berhasil/menggantikan pada suatu tugas ketrampilan dibanding dengan subjek yang tidak depresi ( Miller & Seligman, 1973). Ketika tugas tersebut melibatkan keberuntungan, pengalaman sukses mempengaruhi kedua kelompok yang dengan sama. Tetapi berhasil di dalam tugas ketrampilan tidak menaikkan harapan masa depan yang sukses di dalam diri subyek yang depresi adalah cara yang dilakukan oleh individu yang tidak depresi. Studi yang lain menetapkan individu yang depresi itu secara relatif tak menjawab/tak bereaksi pda kesuksesan (Hammen & Krantz, 1976). Bagaimanapun, ketika berhadapan dengan kegagalan, subjek yang depresi menjawab dengan mengevaluasi diri mereka dan pencapaian masa depan mereka di dalam suatu hal yang sangat negatif dipertunjukan. Di dalam kontras, evaluasi diri dari subyek yang tidak depresi secara relatif tidak dibuat-buat oleh suatu pengalaman kegagalan.
3. Waktu Kursus. Ketakberdayaan yang dipelajari cenderung untuk mengusir dengan waktu. Jangka waktunya nampak untuk tergantung pada jumlah dan pengaturan jarak shock yang tidak terhindarkan yang diterima oleh binatang itu. Demikian juga, depresi adalah pembatasan diri dalam banyak kasus, tetapi faktor yang menentukan apakah itu akan berakhir dalam hari, bulan, atau tahun adalah tidak diketahui.
4. Ketiadaan agresi. Binatang tanpa pengharapan nampak tanpa agresi. Anjing yang sudah mengalami shock dapat diawasi akan menyalak dan berlari dan begitu dilepaskan dari sangkar rumah mereka dalam mengadakan percobaan. " Di dalam hal yang kontras, anjing tanpa pengharapan nampak lesu; mereka dengan pasif menenggelamkan kebawah pada sangkar, yang adakalanya sering berguling diatas dan mengadopsi sikap merunduknya; mereka tidak menentang" (Seligman, 1975, hal. 25). Walaupun tidak sama pada pengamatan yang universal, orang yang terdepresi adalah sering kekurangan ungkapan permusuhannya atau agresi pada tingkat yang bertabrakan. Sesungguhnya, adalah menarik untuk berspekulasi bahwa ketiadaan dalam agresi terlihat pada banyal orang yang depresi menurut Freud dan pengikut nya untuk menemukan suatu konsep (permusuhan introjeksi) yang meliputinya.
5. Hilangnya minat dalam makanan dan sex. Binatang tidak berdaya sering mengurangi masukan makanan mereka dan menurun beratnya. Mereka juga tampak defisit di dalam penampilan dan pencapaian sexnya. Hilangnya selera, turunnya berat badan, dan berkurangnya mindat dan kenikmatan seksual adalah keluhan yang sering terjadi pada diri individu yang depresi.
Menurut Lewinsohn, (1975a) telah menunjukkan, paradigma ketakberdayaan yang dipelajari mempunyai dua kekuatan utama: Pertama, hal itu menyediakan suatu penjelasan yang mungkin bagaimana penolakan peristiwa dapat menyebabkan depresi. Area ini adalah tidak cukup kuat berhadapan dengan model pemusnahan. Ke dua, menghasilkan hipotesis yang bisa menguji tentang perilaku depresi. Begitu juga, apakah modelnya Seligman benar atau salah, hal itu menambah pemahaman kita tentang depresi kita.
Model ketakberdayaan yang dipelajari juga mempunyai kekurangannya, fakta terbesar dimana keterkaitannya pada depresi manusia didasarkan hampir seluruhnya pada kemiripanny pada suatu fenomena yang terlihat di dalam laboratorium binatang. Kelompoknya Seligman telah memulai studi depresi langsung pada manusia (Klein, Fencil-Morse,& Seligman, 1976; Miller & Seligman, 1473, 1975), dan hasil secara umum menunjukkan bahwa individu yang terdepresi dan subyek yang diekspos mengunjukkan situasi hasil ketakberdayaan yang dilaksanakan dengan cara yang sama dalam berbagai tugas laboratorium. Bagaimanapun, meyakinkan bukti yang tak dapat dikendalikan perlawanan terhadap rangsangan atau penguatan positif non-kontingen menyebabkan depresi di dalam manusia meskipun tidak selalu begitu ada.




Model Distrosi Kognitif

Aaron Beck (1967, 1974, 1476) telah menjadi penganjur yang terkemuka tentang model distorsi kognitif depresi. Walaupun Beck tidak perlu menjadi pertimbang pada anggota " camp tingkah laku," tulisannya telah buat banyak mempengaruhi tingkah laku klinis, dan teknik dan teori klinisnya secara umum banyak digunakan dengan terapi perilaku (Beck, 1970).
Beck memandang depresi seperti masalah penyimpangan berpikir. Individu yang terdepresi perasaan dan perilakunya diakibatkan oleh persepsi negatif mereka dam verbalisme-mereka. Seperti tersebut terdahulu, Beck (1967) percaya bahwa depresinya kognitif menetapkan dapat diuraikan sebagai tiga serangkai yang menyertakan pengalaman pandangan negatif , diri-sendiri, dan masa depan tersebut. Di dalam terminologi sehari-hari, orang-orang depresi adalah pesimis dan keras kepala.
Menurut Beck, individu yang depresi sudah menderita suatu peristiwa sensitifitas awal (sebagai contoh, hilangnya orangtua) atau telah menjadi subjek pada beberapa keadaan hidup yang kurang baik dan sudah berjalan lama yang mempengaruhi mereka untuk bertindak melebihi batas dari permasalahan di kemudian harinya. Orang-orang depresi secara khas berkembang kognitif menyimpangnya " gaya" itu memimpin mereka untuk salah menafsirkan hal-hal yang terjadi kepada mereka, Beck (1963, 1976) telah mengenali beberapa gaya pemikiran menyimpang:
Pemikiran yang bertentangan. Orang cenderung untuk melihat hal-hal yang ekstrim. Peristiwa tertentu adalah sangat agung atau mengerikan; ia atau dia adalah suci atau hina; sesuatu hal itu adalah hitam atau putih.Beck (1976) memberi contoh pada sebuah perguruan tinggi bolabasket para pemainnya berpikir " Saya gagal" jika ia membuat skore lebih sedikit dibandingkan delapan poin pada suatu game, atau "Aku benar-benar seorang pemain besar" jika ia melewati delapan poin.
Magnifikasi. Dalam istilah bahasa sehari-hari adalah "melebih-lebihkan kesukaran." Individu melebih-lebihkan masing-masing masalah sampai hal itu nampak seperti malapetaka. Pada umumnya siswa menginginkan A mungkin mendapatkan B di dalam suatu kursus dan ia berpikir, " Ini mengerikan! Bagaimana nantinya aku pernah berhasil?"
Meminimalisasi. Teori ini di-set sering menemani magnifikasi. Di sini orang secara konstan terjadi diskont positi dan mendevaluasi bakatnya. Seorang perempuan mungkin bereaksi untuk makan makanan yang ahli mencicipinya dengan pemikirannya, " Siapapun sudah dapat membuat ini jika mereka mempunyai resep tersebut. Seorang siswa yang menerima nila sempurna pada suatu ujian berpikir, " Ini adalah suatu benar-benar Kursus Mickey Mouse."
Overgeneralisasi. Hal ini mengacu pada suatu kecenderungan yang terlalu cepat diambil kesimpulannya atas dasar hanya sedikit pengalaman. Seorang perempuan yang belajar bahwa kekasihnya adalah sedang melihat perempuan lain menyimpulkan, "Laki-laki memang tidak bisa dipercayai." Seorang pasien dokter yang tidak mampu untuk menyembuhkan pileknya berpikir, " Para doktor adalah semuanya sama dokter palsu." Barangkali overgeneralisasi yang paling sering antar orang-orang depresi adalah hukuman mereka " Hidupku telah rusak; Aku adalah tidak berharga."
Albert Ellis (1962, 1973) juga melihat hal negatif pada statemen dirinya sebagai penyebab depresi itu. Ia percaya orang depresi memandang suatu dunia yang disimpangkan oleh sikap dan kepercayaan tidak logis mereka sendiri. Kepercayaan ini adalah tidak sama dan sesuai dengan cara dunia yang benar adalah; dan dalam kaitan dengan mereka sering dengan tidak mungkin menuntut karakter, mereka menetapkan individu depresi sudah waktunya kekecewaan berkesinambungan yang bertindak sebagai basis untuk hal perenungan negatif. Telah banyak atau kira-kira segitu kepercayaan tidak logis yang dikenali oleh Ellis, barangkali tiga berikut adalah yang paling lazim dan sangat efektif:
Kepercayaan yang satu itu harus mencintai semua orang pada segalanya salah satu yang dikerjakan sebagai lawan dugaan yang semakin realistis untuk masing-masing orang adalah unik dan yang satu itu bisa merupakan individu yang bermanfaat sekalipun hanya orang tertentu yang mengenali asset seseorang.
Gagasan di mana orang harus secara menyeluruh berkompeten dalam semua aspek hidup sebagai lawan terhadap realisasi semua orang yang mempunyai pembatasan.
Gagasan di mana karena malapetaka jika hal-hal yang tidak persis cara orang yang mungkin diinginkannya untuk sebagai ganti menerima kenyataan hidup dan bekerja keras untuk meningkatkan situasi /bukannya menderita sekali di atas ketidak sempurnaan mereka.
Barangkali statemen berikut yang terbaik dari ringkasan aktivitas teori dari individu depresi :
Dengan kesempatan yang paling lembut menjadi mengasyikkan, terutama sekali ketika permintaan tugas eksternal rendah, banyak depresi yang akan menjamu pemikiran degradasi-diri dan hasil negatif, berpikir mengenai peristiwa masa lampau di dalam suatu usaha nyata untuk menemukan kesalahan lebih lanjut. Sedangkan tingkat pemikiran yang tinggi ini berada dalam latar belakang seperti MUZAK yang mereka mempunyai suatu efek dysphorik pada suasana hati dan nampak untuk menengahi perilaku penghindaran dan cuti lebih sedikit waktu untuk memelihara konsentrasi pada perilaku adaptip. ( Mclean, 1976, hal. 83)
Sekilas pada mulanya, model distorsi kognitif akan nampak sungguh berbeda dari ketakberdayaan yang dipelajari oleh modelnya Seligman. Bagaimanapun, inspeksi lebih dekat, persamaan antara model menjadi jelas. Kedua dalil pengembangan dari suatu hal negatif, set pesimistis atas pengharapan dan sikap sebagai hasil kekurang-baikan pribadi yang malang atau berulang-ulang. Teori ini di-set untuk mengarahkan perasaan ketakberdayaan dan depresi serta mengubah perilaku seseorang dari arah minimal. interaksi yang tidak efektif. Seperti kita akan juga melihat, Rekomendasinya Seligman untuk perawatan depresi adalah sungguh serupa pada strategi yang dipakai oleh Beck.
Pada tingkat modelnya Beck adalah serupa dengan Seligman, hal itu juga menderita dari permasalahan yang sama. Walaupun hal itu hampir secara klinis universal temuan bersifat eksperimennya menemukan seseorang yang terdepresi sering ikut serta perasaan muram, pesimistis, berpikir negatif, hal itu belum dipertunjukkan bahwa lewat dari sini pemikiran adalah penyebab dari perilaku dan perasaan terkait yang disebut "depresif."

Hipotesis Kegelisahan Wolpe

Joseph Wolpe (1971) berisi bahwa tidak ada yang terdahulu secara tunggal pada depresi; melainkan, hal itu dapat diakibatkan oleh berbagai penyebab. Pada daftar penyebab, Wolpe menambahkan kegelisahan yang berat dan diperpanjang. Mengambillah, sebagai contoh, seseorang sebagai seorang isteri yang tiba-tiba untuk diopname dengan penyakit yang sangat keras dan sangat bergantung yang mendekati kematian untuk minggu-minggu ini. Waktu yang tak terbilang ia dipanggil untuk ke rumah sakit pada waktu larut malam kedia istinya harus melewati masa kritis, tetapi pada masing-masing peristiwa yang menyebabkan kondisinya semakin stabil. Setelah beberapa minggu dari hidupnya yang seperti ini, barangkali hanya ketika isterinya mulai pulih, laki-laki itu masuk ke dalam depresi lambat laun.
Ia berkeberatan untuk naik dari tempat tidur pagi-pagi. Perilakunya adalah lesu dan menarik mundur; suaranya yang sulit atau diam dalam keadaan perasaan yang sedih, lelah dan pasrah.
Jika kasus seperti ini, nampaknya depresi itu mengikuti stress dengan jangka waktu yang lama. Suatu penjelasan yang mungkin untuk fenomena yang datang dari pengamatan ini adalah bahwa organisma yang diperlakukan dengan stress yang berlanjut secepatnya menjangkau suatu titik kelelahan dan kolap(Selye, 1952). Hormon yang sudah mendukung penimbulan secara kronis jadi habis, dan sistem fisiologis terpaksa menyerah. Individu yang menunjukkan " retardasi" terlihat depresi dan cara bertindaknya hampir sama.
Mereka nampak seperti "kehabisan tenaga" dari suatu penderitaan yang terus menerus dengan stress. Riset telah menunjukkan bahwa individu seperti itu tentu saja adalah di bawah untuk dibangkitkan ( Lader, 1975), sebagaimana diharapkan untuk mengikuti penghabisan hormon. Di dalam hal yang sangat kontras, "dihasut" depresi motorik dam psikologikal harus dibangkitkan karakteristiknya dari ketertarikan yang berkelanjutan, tetapi mereka secara verbalisasi dysphoria daripada takut. Di dalam kasus manapun, hal itu akan nampak bahwa strategi perawatan yang efektif akan mengarahkan ke arah pertama untuk menghilangkan kegelisahan dan mengurangi stress.

Status Model

Barangkali kontribusi yang paling utama dari berbagai model perilaku depresi adalah tingkat dimana mereka menghasilkan hipotesis yang bisa menguji tentang sifat alami depresi. Yang paling terkemuka mengenai hal ini adalah model yang diusulkan oleh Lewinsohn dan Seligman. Walaupun banyak asumsi dasar berbagai teori perilaku depresi yang tinggal belum diuji, semuanya meskipun begitu, disana untuk di tes. Representasi ini menghadirkan suatu peningkatan yang sangat besar di atas konseptualisasi psikoanalisis depresi. Juga penting adalah untuk tingkat dimana model ini menyarankan strategi perawatan efektif. Yang sungguh sial, test kritis atas efektivitas perawatan belum diselenggarakan.
Kelemahan dari tingkah laku konseptualisasi adalah banyak. Ketika kita menyebutkan terutama sekali, kita tidak bisa lengkap pasti berbagai model yang sedang memusatkan atas perwujudan yang sama (fenomena). Peneliti perilaku telah berbuat sedikit untuk mengurangi kebingungan yang melingkupi istilah "depresi." Yang dengan sama membuat frustasi fakta bahwa model yang menjadi sangat luas untuk dirumuskan bahwa banyak penemuan secara empiris dapat diambil untuk mendukung masing-masing di antara semuanya. Salah satu contoh adalah riset pada hubungan peristiwa hidup sangat stress ke arah Depresi (Paykel, Myers, Deinelt, Klerman Lindenthal, & Pepper, 1969). Di dalam enam bulan yang terdahulu preseden dari gejala mereka, klien yang terdepresi mengalami tiga kali banyaknya peristwa stressful sebagai kelompok utama dalam subyek kontrol yang normal yang dilawankan. Karena orang depresi ini, kebanyakan dari peristiwa yang memerlukan beberapa macam kehilangan (sebagai contoh, perceraian, kematian di dalam keluarga). Yang dengan jelas, kemudian, peristiwa ini menghasilkan hilangnya kekuatan, dan karenanya mendukung model pemusnahan. Bagaimanapun, adalah mereka juga bukan dari jenis yang tak terkendalikan yang menolak stimuli yang menghasilkan ketakberdayaan yang dipelajari? Apakah mereka bukan semacam peristiwa yang bisa bertindak sebagai basis untuk karena malapetaka, renungan distorsi ?. Dan tidak bisa kejadian ini juga menempatkan orang di bawah semacam ketertarikan dan depresi yang berkesinambungan yang memimpin ke arah suatu depresi yang menghabiskan tenaga ? Jika tiap-tiap potongan data sesuai dengan kedalaman yang sama untuk masing-masing model, adalah mustahil untuk memilih antara mereka. Sampai model penghilangan langsung di mana secara spesifik dan prediksi yang kontras dapat di gambarkan untuk masing-masing, hal itu adalah mustahil untuk mengevaluasi validitas mereka.
Tentu saja, kemungkinan yang sangat riil tidak ada bahwa model tunggal adalah cukup untuk meliputi semua perilaku depresi. Beberapa depresi mungkin punya suatu basis biokimia, sedangkan yang lainnya mungkin diakibatkan oleh hilangnya kekuatan, peristiwa tersebut tak dapat dikendalikan, penyimpangan kognitif, dan seterusnya. Beberapa ahli teori mengerjakan tugas yang ambisius tersebut untuk mengintegrasikan berbagai model tingkah laku satu sama lain (Eastman, 1976) dan dengan teori biokimia dan psikoanalitik (Akiska l& McKinney, 1975) untuk menghasilkan teori depresi yang menyeluruh. Adalah jauh terlalu awal untuk mengevaluasi sukses dari pengintegrasian ini, tetapi mereka dengan jelas menghadirkan langkah yang logis yang berikutnya dengan cara pemahaman kompleksitas perilaku depresi.

PERAWATAN TINGKAH LAKU
Pertimbangan Umum
Seperti dalam semua program perawatan tingkah laku, analisa fungsional adalah basis untuk pekerjaan penjahitan pada suatu program yang dibutuhkan oleh klien itu. Lewinsohn (1975a) menyatakan bahwa terapi yang bersih dapat menjelaskan kepada klien bahwa tahap awal perawatan akan melibatkan asessmen/penilaian. Sekali ketika dilakukan terapi telah memperoleh informasi yang diperlukan untuk memahami masalah dan memikirkan suatu rencana perawatan, therapist dan klien mendiskusikan bagaimana therapist konseptualisasi masalah dan apa rencana perawatan yang nampak yang paling sesuai itu. Secara lisan atau kontrak tertulis dibentuk untuk menetapkan sasaran, prosedur, dan tanggung-jawab yang melihatkan itu semua di dalam perawatan.
Beberapa secara klinis (Lewinsohn, 1975a; McLean 1976) merekomendasikan bahwa perawatan itu untuk depresi dengan batas waktu, dan tiga bulan sepertinya janga waktu yang paling populer. Pembatasan keadaan therapy menyediakan suatu perangsang ekstra bagi keduanya baik klien dan therapist itu sendiri untuk bekerja keras dan menghasilkan perubahan. Klien didukung untuk menghindari pentangan dan kembali melakukan perbuatan yang tercela ketika mereka mengetahui bahwa lama perawatan tersebut adalah terbatas. Tetapi sebab individu yang terdepresi dikenal terutama sekali untuk inersia dan apati mereka, motivator tambahan mungkin untuk diterapkan. Sebagai contoh, waktu therapy mungkin dibuat tergantung pada masukan klien untuk melengkapi tugas ekstra sesi ( Lewinsohn, Biglan,& Zeiss. 1976).

Pendirian ulang sebagai Instrumen Perilaku
Kesulitan yang utama pada awal tahap perawatan dengan banyak menekan individu untuk mendapatkan kembali mereka dalam bergerak dan melakukan sesuatu yang tidak cocok /bertentangan dengan perenungan dysphoric mereka dan itu membawa mereka untuk mendapatkan penguatan positifnya. Hambatan yang tidak masuk akal akan mematahkan individu yang terdepresi ke luar dari suatu bentuk kepasifan dan kemalasan yang mempunyai paralel di dalam eksperimen ketakberdayaannya Seligman. Di dalam usaha mereka untuk "pengobatan" ketakberdayaan pada anjing, Seligman dan rekan kerjanya ( Seligman, Maier,& Geer, 1968) ditemukan binatang yang tak bereaksi pada suatu cakupan yang luas atas rangsangan dan keluar untuk meninggalkan kompartemen yang dikejutkan itu. Kemudian hanya dengan pemindahan penghalang dan setengah memaksa menyeret binatang ke luar dari shock tersebut ke dalam kompartemen yang tidak shock anjing mereka bisa pindah. Lagipula, hal itu untuk mengambil pengulangan percobaan di mana experimenter tersebut pada anjing keluar dari kompartemen shock sebelum anjing itu memulai untuk dapat bekerjasama. Secepatnya, anjing itu berpindah sendiri dan akhirnya lepas dari perilaku tanpa pengharapan mereka.
Pengamatan ini pada anjing yang pasif dan keengganan yang mengarahkan Seligman untuk menyatakan bahwa seseorang yang depresi harus diarahkan untuk mulai bekerja dengan tugas yang lebih sulit, sampai pengalaman sukses yang meyakinkan mereka bahwa mereka adalah tidak tanpa pengharapan. Pendekatan pemberian tugas yang bermutu ini telah secara luas menguasakan sebagai perawatan untuk depresi (Beck, 1976. Burgess, 1969; Lazarus, 1974; Mclean, 1976). Memulai tugas - tugas tersebut sungguh sederhana dan dengan mudah kemampuan tersebut dikurangi dalam rangka memastikan bahwa ia atau dia akan mengalami penguatan yang sukses. Sebagai contoh, seorang siswa yang depresi mungkin diminta untuk membaca lima halaman dari suatu teks, atau secara sederhana untuk menelepon. Depresi seorang ibu rumah tanggamungkin diminta untuk mendidihkan sebuah telor dalam rangka mempersiapkan hari dia untuk memasak lagi untuk keseluruhan makanan. Penyelesaian yang sukses dari tugas ini diberikan pujian dari para terapis dan, hal itu memang diharapkan, dari hal yang lain penting. Klien didukung untuk memusatkan pada pemenuhannya dan untuk menghindari pengecilan itu. Sekali ketika klien telah menyelesaikan tugas yang ditugaskan pertama, selanjutnya dituntut untuk dapat mencobanya.
Yang didasarkan pada risetnya pada hubungan antara suasana hati dan partisipasi dalam aktivitas yang menyenangkan (Lewinsohn & Graf, 1973), Lewinsohn menyatakan bahwa individu yang depresi itu diajak untuk melibatkan khususnya aktivitas yang menyenangkan. Dengan bantuan dari therapis, klien mengidentifikasi peristiwa secara pribadi secara menyenangkan dari suatu daftar yang banyak yang berpotensi menguatkan aktivitasnya. Kemudian, dalam rangka meningkatkan ekspose klien ke penguatan positif, therapis yang dengan tegas menginstruksikan dia untuk mulai terlibat aktivitas yang terpilih itu.
Sebagai alat untuk memastikan bahwa klien dilibatkan dalam beberapa aktivitas yang penuh arti, Lazarus (1974) menemukannya yang berguna untuk melibatkan diri untuk dijadikan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ketika dihadapkan dengan seorang klien dengan non-aktif dan memberikan hambatan, therapis boleh mengarahkan ke rumah klien, untuk mendapatkan seseorang ke luar dari tempat tidur, dan memimpin dia ke dalam aktivitas yang berpotensi menguatkan. Lazarus melaporkan klien yang mempunyai "bayang-bayang" dia seperti waktu ia mengajar di kelas dan berjumpa dengan para siswa. Kadang-Kadang mereka melakukan pekerjaan sehari-hari di kantor untuk dia.
Hingga kini, tidak ada riset yang dikontrol telah dilaksanakan yang mempertunjukkan terus meningkat aktivitas itu, menyenangkan atau dengan cara lainnya, yang efektif di dalam rangka mengurangi depresi itu. Sesungguhnya, di dalam salah satu studi subjek yang depresi mulai dilibatkan dalam aktivitas yang lebih menyenangkan dengan selektif-diri yang tidak mengalami peningkatan yang lebih besar besar dari suasana hati mereka dibanding subjek tidak menerima perawatan tersebut (Hammen & Glass, 1975). Lewinsohn (1975b) telah mengkritik beberapa aspek dari studi ini, tetapi titik yang paling utama adalah bahwa materi pokok tidak meneukan dua prasyarat yang perlu untuk perawatan dengan sukses oleh prosedur ini. Pertama, mereka tidak menunjukkan tingkat dasar yang rendah dari aktivitas yang menyenangkan. Ke dua, tidak ada usaha untuk menentukan apakah individu ini mempertunjukkan suatu hubungan antara aktivitas mereka untuk mengukur suasana hati mereka. (Ingat bahwa ada perbedaan individu yang sangat luas pada tingkat dimana suasana hati bervariasi dengan jumlah aktivitas yang menyenangkan.) Di dalam pelaksanaan pertahanannya, Lewinsohn telah mendorong teorinya secara membahayakan dekat dengan menjadi tak dapat diterima sebagai suatu penjelasan untuk depresi. Sebagai seorang penulis resensi buku telah mencatat: " Suatu teori tidak bisa dikatakan untuk menjelaskan banyak jika hal itu hanya mengakui bahwa ada suatu hubungan antara suasana hati dan aktivitas yang diukur dalam individu tersebut di mana ada suatu hubungan antara suasana hati dan aktivitas mengukur dan hubungan ini ada hanya mengenai peristiwa dimana suasana hati yang terkait" (Blaney, 1977). Bagaimanapun, Pernyataan Lewinsohn masih mempunyai maksud secara klinis. Mereka menekankan kembali pentingnya pelaksanaan suatu analisa fungsional untuk menentukan apakah depresi klien diakibatkan oleh suatu ketiadaan aktivitas yang menyenangkan atau dari beberapa faktor lain.
Tentu saja, hal itu tinggal untuk ditunjukkan bahwa meningkatnya aktivitas yang menyenangkan dapat mengurangi tekanan siapapun setiap individu itu yang menunjukkan suatu hubungan antara suasana hati dan aktivitas yang menyenangkan. Ingatlah bahwa fakta suatu hubungan yang ada antara dua variabel ini tidak menceritakan kepada kita yang mana: salah satu adalah agen yang menyebabkan; tentu saja, bukan tidak mungkin menyebabkan, dan hubungan produk dari suatu variabel ketiga (seperti gangguan biokimia) yang mana dapat mempengaruhi keduanya baik suasana hati dan tingkat aktivitas.

Penyebab Yang mempengaruhi Ketidak-Cocokan

Lazarus (1968) telah mengusulkan bahwa sejumlah emosi, seperti hiburan, kasih sayang, kemarahan, dan penimbulan seksual, pada dasarnya bertentangan dengan yang mempengaruhi depresi, dan rangsangan yang sengaja ini bisa menjadi nilai pengobatan. Yang secara alami, jika therapist dapat mendapatkan suatu klien depresi untuk tertawa, sungguh ia sedang melakukan dengan baik, tetapi hal ini adalah sering hampir mustahil.
Suatu pendekatan sistematis pada induksi dari ketidak cocokkan yang mempengaruhi pasien di dalam rumah sakit depresi telah dilaporkan (Taulbee & Wright, 1971). Individu ini ditempatkan di dalam suatu "ruang anti-depression" di mana jika seorang anggota staff yang secara terus menerus mengawasi mereka seperti mereka melakukan beberapa tugas yang membosankan, seperti pengepelan lantai, menghitung kerang laut kecil di dalam suatu gundukan yang besar, atau berpasir pada blok kayu kecil. Anggota staff yang dengan ramah tetapi dengan berkelanjutan secara kritis pencapaian pasien: "Kamu sedang berpasir pasir dengan butirannya. Sekarang kamu bermain berpasir juga dengan keras. Kenapa tidak kamu tutupi sebelah sedikit?" Cepat atau lambat, pasien yang depresi akan marah dan memukul/bertiup ke arah anggota staff.
Ledakan agresif ini diperkuat oleh penerimaan, dan pasien bebas dari ruang untuk mengejar aktivitas yang lebih menyenangkan pada bangsal itu. Dari perspektif teoritis, pasien yang tidak hanya mengalami suatu status emosional yang tidak cocok dengan depresi, tetapi ia juga mulai mematahkan ketakberdayaannya dengan memancarkan suatu tanggapan yang dengan sukses memindahkan penolakan rangsangan. Beberapa penyelidikan pilot menyatakan bahwa beberapa prosedur mempunyai kemanjuran di dalam pembebasan depresi hati, tetapi aplikasi yang sungguh terbatas pada jumlah populasi yang dirawat.
Lazarus (1968, 1971) melaporkan metoda lain yang disebut proyeksi waktu dengan hal penguatan positif. hal ini adalah teknik perumpamaan yang dirancang untuk menimbulkan emosi positif. Melalui penggunaan hipnotis induksi, imaginasi klien diproyeksikan ke masa depan pada suatu waktu di mana ia adalah tidak lagi penuh kesukaran oleh depresi. Therapis dengan jelas menguraikan klien mulai terlibat dalam sejumlah aktivitas yang menyenangkan dan mereka menikmatinya secara penuh. Sekali ketika klien telah mencapai beberapa relief dari depresi dan pengalaman positif yang dirasakan di dalam status imaginalnya, ia dikembalikan sampai pada waktu dengan usul untuk mempertahankan perasaan yang menyenangkan itu. Lazarus percaya prosedur tersebut dapat menyediakan klien dengan pengalaman positif dan harapan yang dapat membantu keretakan depresi yang beredar dan mendorong dia untuk menjadi aktip dan menikmati hidupnya.Yang sungguh memprihatikan, tidak ada analisa percobaan yang menyangkut teknik tersebut ada.

Mengubah set teori negatif

Penyimpangan persepsi pada individu yang depresi dapat dihadapkan dengan sejumlah jalan. Satu langkah penting adalah memperoleh klien untuk menjadi sadar akan hal-hal kebaikan yang terjadi (Beckt, 1976; Rush Khatami & Beck, 1975). Sampai di sini, kadang-kadang berguna bagi klien yang mempunyai buku catatan harian aktivitas harian bersama dengan catatan perasaan yang dialaminya dalam hubungan dengan aktivitas itu. Kapan saja mungkin, hal ini juga sangat menolong untuk memperoleh beberapa hal yang penting lainnya (seorang pasangan atau seorang teman) yang ada bersama klien banyak dari waktu menyimpan sebuah buku harian peristiwa yang paralel di dalam kehidupan klien itu. Hal itu adalah sering mengejutkan pada klien untuk menoleh kembali pada sepekan itu dan melihat berapa banyak hal-hal terjadi sekitarnya yang mempunyai beberapa perasangaan yang baik. Suatu perbandingan tentang buku harian klien dengan rekannya juga akan mengungkapkan banyak pengalaman klien dalam menginterpretasikan seperti negatif tetapi hal itu dilihat oleh orang lain sebagai hal yang sungguh positif. Dengan dorongan dan bantuannya therapis, klien dapat mulai untuk menjadi sadar akan penyimpangan ini dari peristiwa sehari-hari dan menemukan bahwa hidup itu tidak semua tidak baik.
RET. Sedikit banyaknya yang mengarahkan usaha untuk mengubah teori di-set melalui Rational-Emotive Therapy (RET) (Ellis, 1962) atau beberapa teknik terkait (sebagai contoh, Beck, 1976). Di dalam RET, teknik yang therapist cari untuk membuat klien sadar akan kepercayaan yang tidak logis dan berhubungan dengan hal pernyataan-diri negatif bahwa ia menghasilkan dan bereaksi terhadap kemurungan. Klien kemudian diajari bagaimana cara mengubah pemikirannya yang dengan diam memperdebatkan pemikiran kekalahan-dirinya dan lebih realistis untuk menggantikan, lebih sedikit pemikiran perasaan depresi di dalam tempat mereka. Proses RET yang terbaik diuraikan dengan contoh. Mengikuti suatu catatan bagian dari sesi RET dengan siswa yang terdepresi di atasnya nilai " rata-rata" nila ( Rimm & Master , 19774, hal. 422-424).

Keefektifan RET dalam perawatan depresi belum menunjukkan di dalam percobaan yang dikontrol.
Kontrol Rahasia. Di dalam suatu usaha yang secara langsung meningkat pada tingkat pernyataan diri yang positif yang dipancarkan oleh klien yang terdepresi, beberapa tindakan klinis sudah menggunakan prosedur kontrol coverant yang dikembangkan oleh Lloyd Homme (1965). Homme memperluas prinsip kemungkinan diferensialnya Premack (lihat Bab 2) untuk meliputi kerahasiaan (Operant rahasia), atau pemikiran. Menurut hipotesis Homme, suatu perilaku dengan probailitas-tinggi terpilih dapat digunakan untuk menguatkan suatu pemikiran probabilitas-yang rendah. Begitu juga, jika seseorang yang terdepresi jarang mempunyai pemikiran yang positif tentang dirinya, haruslah untuk meningkatkan frekwensi pemikiran seperti itu dengan mereka berikutnya dengan beberapa prilaku probabilitas-tinggi.
Beberapa studi kasus menggambarkan aplikasi yang sukses dari prosedur ini yang menggunakan prilaku dengan frekuensi tinggi seperti ketika pembuangan urin (Johnson, 1971) dan merokok (Mahoney, 1971) seperti penguatan untuk pernyataan-diri ke hal positif ( lihat Studi kasus 13-1 untuk satu laporan seperti itu). Bagaimanapun, ihal itu telah ditunjukkan bahwa beberapa teknik yang sudah diterapkan Homme sudah membuat kesalahan umum yang membingunhkan dengan perilaku frekuensi tinggi dengan perilaku frekuensi tinggi yang terpilih (Mahoney, 1974). Karena kiranya hanya yang belakangan berfungsi sebagai penguatan, ada keraguan sebagai penjelasan riil dari efek dari prosedur Homme. Satu hipotesis yang layak adalah bahwa perilaku yang terpilih untuk mengikuti pikiran target tidak melayani suatu penguatan fungsi, tetapi lebih suatu fungsi isyarat (Danaher, 1974). Itu adalah, individu diingatkan untuk berpikir suatu pikiran yang positif setiap kali ia atau melaksanakan atau memikirkan melakukansuatu perilaku tertentu. Konsisten dengan dugaan ini, mengikat hal positif yang dipikirkan tertentu bahkan tidak mungkin perlu jika klien dapat menjawab dapat dipercaya ke isyarat lain, seperti jalan lintasan waktu ( Vasta, 1975).
Bagaimanapun, ingat yang berhubungan dengan pernyataan-diri positif dengan aktivitas tertentu mungkin lebih mudah untuk klien dibanding berusaha untuk memancarkan sesuatu tertentu dengan jumlah pemikiran per unit waktu.
Spekulasi seperti itu barangkali masih prematur. Di samping peluangnya menunjukkan dalam kasus belajar, penggunaan dari prosedur kontrol rahasianya Homme memeriksa prosedur jika depresi belum dievaluasi melalui eksperimen.
Meningkatkan Interaksi Sosial

Sering individu yang terdepresi menarik mundur dan terisolasi, dan juga memotong dari penguatan sosial. Atau mereka mungkin bagian dari keluarga, tetapi dengan kesibukan yang minimal (Lewinsohn & Atwood, 1969; Lewinsohn & Shaffer, 1971) atau pertentangan (Mclean, Ogston,& Grauer,1973) interaksi sosial. Di dalam kasus yang lain, beberapa macam intervensi dalam lingkungan sosial adalah wajib.
Salah satu dari langkah-langkah yang pertama akan menentukan ketrampilan sosial klien, hal itu adalah, bagaimana secara efektif individu di dalam kebangkitan penguatan interaksi dari lainnya di dalam lingkungan? Jika ketrampilan seperti itu nampak berkurang, therapist dapat menaikkan pada suatu program peningkatan ketrampilan sosial (lihat Bab 9). Demikian juga, jika ada bukti bahwa individu terisolasi karena ketertarikan tentang hubungan antar pribadi, teknik yang sesuai dapat diberlakukan untuk menghilangkan penghalang ini (lihat Bab 10). Sekali ketika ketrampilan telah dipertajam dan ketertarikan dikurangi, klien dapat memulai untuk membangun kembali lingkungan sosialnya.
Jika klien secara sosial menarik mundur, hal itu sangat menolong untuk memperoleh beberapa yang signifikan Lainnya (seorang teman dekat atau sanak keluarga) untuk menemani klien pada awal tamasya sosialnya (Mclean, 1976). Masuk kembali ini ke dalam interaksi sosial juga pendekatan dalam pertunjukan kelulusan. Klien pada mulanya hanya ditanya untuk mempertanyakan sebuah Departemen Store yang ada karyawannya pada penempatan beberapa item, dan bekerja dari sana ke arah yang lebih rumit yang mengisyaratkan hubungan sosial.
Peter Mclean, K. Ogston, dan L. Grauer (1973) melakukan salah satu dari minoritas mengawasi evaluasi perawatan yang ditemukan di dalam literatur tingkah laku pada depresi. Bekerjasama dengan pasangan pernikahan di mana satu anggota mengalami depresi, penyelidik ini menggunakan pelatihan komunikasi dan kontrak tingkah laku timbal balik (lihat Bab 10) untuk mengurangi perselisihan dalam perkawinan. Perbandingan kelompok subjek yang menerima berbagai perawatan yang lebih tradisional, seperti psikoterapi dan pengobatan anti-depresan. Hasil tersebut menunjukkan suatu perubahan penting di dalam masalah perilaku, suasana hati yang terdepresi, dan gaya komunikasi di dalam kelompok percobaan, tetapi bukan di kontrol dalam kelompok. Bagaimanapun, kemanjuran dari komponen lain dalam peningkatan ketrampilan sosial, seperti pernyataan, pengungkapan-perasaan, dan nilai interaksi sosial, belum diperlakukan ke evaluasi percobaan dengan individu yang terdepresi.

Paket Perawatan Pengendalian-Diri

Carilyn Fuchs dan Lynn Rehm (1977) sudah menyokong suatu studi yang penting pada hampir literatur yang hampa pada evaluasi yang dikontrol dari perawatan tingkah laku untuk depresi. (Kami menghadirkan pekerjaan mereka di bawah judul terpisah sebab program perawatan terbagi banyak mereka mengembangkan dan diteliti tidak cocok dengan rapi ke dalam kategori tersebut diatas manapun) Fuchs dan Rehm bertahan pada varian penguatan-diri dari model pemusnahan depresi dengan membahas lebih awal. Paket perawatan mereka terpusat pada ke tiga komponen pengendalian-diri yang diusulkan oleh Kanfer (lihat Bab 8): Monitoring-diri, evaluasi-diri, dan penguatan-diri.
Pokok materi dalam studi mereka pada wanita-wanita yang tertekan, berbagai umur dari umur delapan belas sampai enampuluh tahun, yang menjawab pengumuman surat kabar dari suatu program therapy pada percobaan pada depresi. Tiga puluh enam responden terpilih atas dasar skore MMPI dan tanggapan mereka untuk menyaring daftar pertanyaan dan wawancara. Wanita-Wanita secara acak ditugaskan untuk salah satu dari dua perawatan kelompok atau pada kelompok kontrol daftar-kartu tunggu. Dua kelompok therapy menerima yang manapun terapi pengendalian-diri, dimana akan diuraikan di bawah, atau therapy non-spesifik berdasar pada prinsip tidak langsung, konseling terpusat pada klien. Subjek pada setiap kelompok therapy bertemu dalam enam minggu selama sesi dua-jam-sesi untuk menerima perawatan masing-masing mereka. Subjek di dalam kelompok daftar tunggu diberitahukan bahwa mereka telah diterima untuk perawatan tetapi kelompok therapy saat ini diisi, mengharuskan dalam waktu paling lambat delapan-minggu. Mereka tidak menerima perawatan sampai studi tersebut diselesaikan.
Therapi pengendalian-diri itu mempunyai tiga fasa, masing-masing fase mempersembahkan pada suatu aspek yang berbeda dari modelnya Kanfer. Di dalam sesi yang pertama, pokok materi diperkenalkan kepada dasar pemikiran pengendalian-diri untuk program pengobatan itu. Kemudian mereka menerima instruksi di dalam monitoring-diri. Mereka diminta untu memelihara sebuah "aktivitas batang kayu " di mana mereka akan menulis pada uraian one-line dari tiap aktivitas yang menyenangkan di hari mereka. Mereka juga diminta untuk menilai suasana hati mereka setelah masing-masing aktivitas dari 0 (perasaan yang paling menyedihkan yang pernah dialami) sampai 10 ( perasaan yang paling menggembirakan yang pernah dialami). Subjek juga diberi grafik yang di atasnya untuk merencanakan rata-rata suasana hati mereka sehari-hari dan total jumlah aktivitas yang menyenangkan. Sesi yang kedua dan semua sesi perawatan yang berikut mulai dengan therapis dan kelompok yang meninjau ulang masing-masing batang kayu individu. Subjek didukung untuk mencari pola di dalam data mereka, seperti sesuatu yang lebih besar dibanding jumlah yang diharapkan aktivitas positif atau sesuatu yang berhubungan antara suasana hati mereka dan banyaknya hal aktivitas positif yang mereka mulai dilibatkan. Mereka juga diminta untuk mengidentifikasi jenis tertentu aktivitas yang menyenangkan dan sangat penting kepada mereka, tetapi mereka mulai terlibat hanya dengan kadang-kadang.
Sesi yang ketiga ditandai permulaan menyangkut tahap evaluasi-diri dengan program perawatan. Pentingnya pengaturan pembuatan sasaran yang realistis dan pembuatan evaluasi-diri yang akurat lebih ditekankan. Suatu sasaran terminal yang ditunjuk; akan meningkatkan frekuensi yang diinginkan tetai frekuensi rendah dari kelas perilaku untuk perilaku masing-masing subjek telah mengenali dari aktivitas batang kayunya. Kemudian, dengan terapi langsung, subjek menulis tiga sampai lima sub-sasaran untuk masing-masing aktivitas mereka yang telah dipilihnya. Sebagai contoh, satu sasaran terminal perempuan yang akan mengejar ketertarikannya pada kucing sebagai kegemaran. Salah satu dari sub-sasaran yang ada di daftarnya adalah "akan ke perpustakaan untuk mencari buku tentang kucing." Subjek juga diberi pekerjaan rumah tugas menyaring dan mencoba untuk memenuhi sebagian dari sub-sasaran mereka.
Di dalam sesi yang keempat, sistem point untuk menilai sub-sasaran yang diperkenalkan. Subjek diminta untuk menyebutkan berat dari 1 sampai 5 kepada mereka sub-sasaran, menurut arti pentinnya atau kesukaran hubungan dalam menuju keberhasilan masing-masing. Selama seminggu melakukan monitoring-diri, subjek juga direkam di dalam aktivitas mereka untuk membukukan nilai poin dari sub-sasaran mereka yang tercapai.
Di dalam sesi yang ke lima, phase program penguatan diri diaktipkan. Therapist menerangkan prinsip penguatan yang umum. Penguatan-diri dan hubungannya dengan depresi juga diuraikan. Subyek kemudian diminta untuk membangun pribadi " memberi menu penghargaan." Ini adalah daftar suguhan yang dengan bebas tersedia dan segera atau aktivitas penguatan tertentu "menunjuk harga" sesuai yang ditugaskan. Subyek akan menggunakan poin-poin yang mereka kumpulkan dengan mencapai sub-sasaran pada daftar mereka untuk " pembelian" materi dari menu penghargaan mereka. Therapist mendukung subjek untuk menetapkan harga point yang rendah pada awalnya untuk memastikan bahwa mereka akan menerima banyak dari penguatan-diri. Memberi penghargaan harga menu bisa diangkat kemudian jika subjek berhasil menuju kemajuan ke arah sasaran terminal mereka. Di dalam yang keenam dan sesi akhir, keseluruhan program perawatan ditinjau. Subyek didukung untuk melanjut menggunakan prosdsur pengendalian-diri setelah eksperimen selesai.
Dalam deretan inventory laporan diri yang menyeluruh dan test psychometric yang lebih naturalistic pengamatan atas tingkat aktivitas subjek di dalam therapy kelompok mereka digunakan untuk menilai perubahan pre-treatment ke post-treatment. Secara umum, subyek di dalam keduanya therapy kelompok berubah secara signifikan dari kontrol daftar tunggu, tetapi perawatan pengendalian-diri membuktikan secara signifikan dan secara konsisten lebih pandai daripada therapy yang non-specifik tersebut. Subyek pengendalian-diri menunjukkan lebih sedikit depresi tingkat-diri sendiri, peningkatan lebih besar di dalam interaksi hubungan antar pribadi di dalam kelompok therapy mereka, dan peningkatan lebih besar di dalam MMPI menunjukkan keseluruhan pathologi dibanding yang dilakukan subyek non-spesifik. Kelanjutan penilaian menunjukkan adanya pengurangan dalam beberapa perbedaan ini pada enam minggu. Bagaimanapun, hal ini dianggap disebabkan oleh terutama semata pada mode yang hampir semua pokok perawatan non-spesifik mencari therapy lebih lanjut setelah eksperimen itu. Di dalam suasana yang kontras, subyek perawatan pengendalian-diri keuntungan perawatan asli mereka, dan sama sekali tidak dilibatkan di dalam perawatan tambahan atas periode kelanjutan.
Seperti Fuchs dan Rehm siap mengakui adanya, alam dari berbagai segi dari program pengendalian-diri mereka membuatnya mustahil untuk menentukan ramuan aktip yang bertanggung jawab pada efek perawatan. Subyek menerima pelatihan di dalam penguatan-diri, tetapi program itu juga mencakup komponen pengobatan yang lain, tugas khususnya dinilai dan peningkatan di dalam perilaku yang menyenangkan, secara pribadi penting. Hal ini bukan sesuatu bagaimanapun menghadirkan suatu kesalahan dalam Fuchs dan Rehm program studi mereka yang bekerja dengan baik, dan memberi kekurangan dari hasil riset di dalam area ini, adalah pemenuhan yang penting. Barangkali untuk penyelidikan masa depan akan menentukan apakah suatu kombinasi atau komponen komponen spesifik membuat paket Fuchs dan Rehm bekerja seperti yang dilakukannya. Karena sekarang, hal itu memberikan harapan pada yang memberikan harapan untuk mengetahui bahwa tingkah laku klinis sudah menemukan sesuatu yang bermanfaat di dalam pencarian mereka untuk perawatan yang efektif.

Status Perawatan Tingkah laku.

Walaupun tingkah laku klinis dan peneliti merasa bangga akan tingkat mana teknik perawatan mereka secara umum sudah selamat dari test percobaan yang teliti, sikap seperti itu waktu itu belum dibenarkan sehubungan dengan perawatan depresi. Usaha yang cukup telah digunakan di dalam berteori tentang sifat alami depresi, tetapi evaluasi yang dikendalikan menyangkut alat-alat yang diusulkan mengurangi kekacauan telah hampir secara total diabaikan. Perawatan yang nampak mempunyai kebanyakan rekomendasi mereka dalam kaitan dengan cara aktif, yang sistematis berhadapan dengan yang depresi dengan berbagai kesulitan yang terjadi pada banyak individu, dan beberapa hasil studi kasus dan persiapan kontrol riset sedang memberi harapan. Barangkali di masa datang lebih dari riset akan diarahkan ke arah untuk menentukan apakah pendekatan modifikasi perilaku bermanfaat untuk menawarkan orang yang terdepresi itu. Sekarang, mereka menawarkan banyak janji.