Rabu, 29 Oktober 2008

KECERDASAN INTRAPERSONAL

MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTRAPERSONAL PADA ANAK USIA DINI

A. PENDAHULUAN

Hubungan erat antara orang tua –anak akan menciptakan rasa aman secara emosi pada anak. Ciri-ciri anak yang merasa aman dapat dilihat secara emosi lebih tenang ketika menghadapi perpisahan dengan Ibunya, rasa ingin tahunya jauh lebih besar dan ingin bereksplorasi. Seperti ingin diketahui bahwa rasa ingin tahu yang besar merupakan landasan belajar yang utama. Anak yang selalu ingin tahu menjadi pembelajar aktif, dengan gigih berusaha mencari jawab atas keigintahuannya. Seorang anak yang dengan rasa ingin tahu yang besar dapat dikenali dari penampilannya yang menyenangkan, kreatif dan tidak membosankan.
Dukungan orang tua untuk menghargai dan menghormati anak sebagai pribadi yang unik, dengan segala keberadaannya seperti temperamen, karakter, dan potensinya akan mendukung pertumbuhan anak untuk belajar memahami diri dan tentunya jauh lebih mandiri.
Terfokus anak dengan kecerdasan intrapersonal yang menonjol memiliki kepekaan perasaan dalam situasi yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri dan mampu mengendalikan diri dalam situasi sulit. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan dalam lingkungannya.
Munculnya kecerdasan Intrapersonal pada anak usia dini telah mendapat konsep permulaan mengenai diri, misalnya sebuah episode yang digambarkan oleh Seymour Epstein dari Universitas Massachussets yaitu seorang anak kecil bernama Diana yang berusia 2 tahun, duduk dimeja bersama keluarga besarnya. Diana diminta menunjuk bibi Rina, dan hal itu dilakukan dengan betul. Kemudian ada suatu permainan dimana mereka meminta Diana menunjuk kebelbagai orang, setelah itu salah seorang diantara mereka berkata ”tunjuk Diana”. Anak itu bingung, iapun menunjuk kesembarang orang. Kemudian ibunya berkata ” kamu tahu siapa Diana. Tunjuk pada gadis kecil yang biasa dipanggil Diana.” Sekarang ia mengerti dan tanpa ragu – ragu menunjuk dirinya.

Ketika anak mulai tumbuh dan berkembang, dia akan terus menerus berusaha dan mencari dan membangun identitasnya, anak ingin mengetahui siapa dirinya dan bagaimana menyesuaikan diri dengan dunianya. Dalam proses pertumbuhan dan proses belajar mau tidak mau anak akan bertemu dengan dengan orang-orang yang melampaui dirinya dalam penampilan, kemampuan dan bakat
Jika orang tua tidak menolong anaknya untuk mengembangkan pemahaman yang kuat mengenai diri dan keunikannya pada anak usia dini, akan membawa anak pada citra diri dan harga diri yang rendah. Bukannya membantu, banyak orang tua yang bahkan membuat masalah bertambah parah dengan berusaha membentuk anak-anak mereka menjadi orang-orang yang menurut mereka cocok bagi anaknya ” Ayahmu seorang dokter terkenal, kamu harus bisa seperti Ayahmu ” kemungkinannya apabila anak gagal memenuhi harapan orang tua, anak akan merasa bahwa dia telah membuat orang tua gagal. Hal ini akan memperparah perasaan tidak berharga pada diri anak.
Selain itu, banyak orang tua keliru memotivasi anak mereka dengan membuat perbandingan, misalnya mereka mengatakan hal-hal seperti ini, ”Rinto, mengapa kamu tidak dapat menggambar sebagus kakakmu? Atau Deo, jika kamu menyisir rambutmu dengan rapi, kamu akan setampan temanmu Roni.” Melakukan hal seperti itu hanya akan membuat seorang anak merasa lebih buruk mengenai dirinya dan anak akhirnya akan tumbuh menjadi orang dengan kecerdasan intrapersonal yang sangat rendah.
Alangkah positifnya, apabila orang tua perlu mengingatkan anak bahwa dia unik, menarik , istimewa dan sebaiknya tetap menjadi sebagaimana dirinya. Selalu katakan kepada anak bahwa dia memiliki karunia, kelebihan, dan bakat yang khusus. Mendukung kelebihan melalui pengakuan Misalnya, apabila seorang Ibu melihat anaknya melakukan sesuatu yang baik, maka Ibu tersebut akan menyatakan ”engkau berbakat”. Jika orang tua memperhatikan bahwa anaknya pandai dalam menggambar, maka akan baik dan tepat bila berkata”Wah, gambarmu bagus sekali, Ibu yakin banyak orang yang tidak dapat melakukannya sebaik kamu nak”.
Seorang anak bukan hanya hasil dari ”chromosom” dan ”gene” orangtua wariskan tetapi anak juga merupakan hasil lingkungan yang orang tua ciptakan untuk anaknya. Lingkungan tersebut mencakup hal-hal fisik seperti makanan, pakaian, rumah, hal-hal yang menyenangkan dan permainan. Lingkungan juga mencakup orang-orang sekitar dan cara anak bertingkah laku. Tingkah laku orang tua memberikan kepada anak kesan pertama tentang dunia disekitarnya.
Sebagai orang tua, cara orang tua tertawa, tersenyum, cemberut, gembira, sedih, senang atau marah, puas atau kecewa, semua itu akan membentuk kepribadian anak. Si anak akan menyerap keadaan emosional orang tua sebelum dia memahami kata-kata yang diucapkan oran tuanya. Sejak usia dini, anak telah menyerap ekspresi, isyarat dan suasana hati orang-orang disekelilingnya. Tabiat, tingkah laku atau pola kepribadian anak, sangat ditentukan oleh orang tua. Si anak tanpa disadari akan mengadakan seleksi dari hal-hal yang orang tua idealkan, nilai-nilai, prasangka, kekuatan dan kelemahan orang tua dijadikan milik anak, bahkan sifat neurotik orang tua bisa diambil alih oleh anak. (William, 1982,h.7)
Satu kelompok pengalaman diperoleh anak melalui latihan buang air kecil dan besar ”toilet training”. Hal ini memberi kesempatan yang sangat bagus pada anak untuk memberi atau menolak, bersikap kerjasama atau melawan. Membentuk kebiasaan kerapian atau kecerobohan. Juga membantu dalam membentuk sifat-sifat seperti kebiasaan untuk dapat melakukan sesuatu dengan lebih mandiri. Semua kondisi tersebut dapat menjadi kebiasaan sepanjang hidup.



B. LANDASAN TEORI

B.1. Pengertian Kecerdasan Intrapersonal

Menurut May Lwin, dkk (2003) kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan mengenai mengenai diri sendiri, kecerdasan ini merupakan kemampuan memahami diri sendiri dan bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri.
Sedangkan Suryadi (2006, h.48) berpendapat bahwa kecerdasan Intrapersonal adalah kemampuan diri kita untuk berpikir secara reflektif, yaitu mengacu pada kesadaran reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri. Adapun kegiatan yang mencakup kecerdasan ini adalah berpikir, merancang tujuan, refleksi merenung, membuat jurnal, menilai diri, intropeksi, dan sebagainya.
Tokoh lain seperti Thomas Armstrong dalam bukunya Multiple Intelligences ( 2004,h.4) Kecerdasan Intrapersonal merupakan kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri sendiri yang akurat (kekuatan dan keterbatasan diri), kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen, dan keinginan, serta kemampuan berdisiplin diri , memahami dan menghargai diri.
Dukungan dari tokoh lain untuk memperkuat pengertian Kecerdasan Intrapersonal adalah Andyda Meliala ( 2004, h.81) yang menyebutkan bahwa kecerdasan Intrapersonal merupakan kecerdasan diri sendiri, yaitu suatu kemampuan untuk memahami diri sendiri dan bertanggung jawab atas hidup pribadinya. Orang dengan kecerdasan ini cenderung menjadi pemikir ulung, yang secara teratur mengadakan refleksi diri dan perbaikan diri. Penuh percaya diri dan mandiri merupakan ciri utama pada kecerdasan ini.
Dari beberapa pengertian tentang kecerdasan Intrapersonal dapat digarisbawahi bahwa kecerdasan ini menitikberatkan pada konsep pemahaman diri atas hidup pribadinya.


B.2. Ciri Anak Cerdas Diri

v Menyadari tingkat perasaan dan emosinya
v Mengekspresikan emosi secara tepat
v Punya kemampuan memotivasi diri sendiri untuk mencapai tujuan
v Bisa menertawakan kesalahan diri sendiri
v Mampu duduk sendiri dan belajar mandiri
v Penuh percaya diri
v Independen atau Mandiri
v Mampu mengontrol diri sendiri (tidak sering mengamuk)
v Meluangkan waktu untuk duduk sendirian untuk melamun dan bicara pada diri sendiri (contoh. Thomas; bermain sendiri sambil membuat cerita, melatih kata-kata baru)

B.3. Manfaat Mengembangkan Kecerdasan Intrapersonal
1. Citra Diri
Membangun citra diri yang kuat untuk memiliki emosi yang stabil. Sesorang dengan citra diri yang lemah cenderung sulit mengontrol emosi (labil) ketika dihadapkan pada masalah. Jika citra diri anak tidak dibangun, maka anak cenderung mudah tersinggung, kesepian, bosan, dan sulit menghadapi masalah.
2. Pengendalian emosi
Pengendalian emosi yang prima membawa anak kepada tujuannya. Anak dapat melawan kemalasan, keraguan, kemarahan dan ketakutannya. Sebaliknya lemah dalam pengendal;ian emosi dapat berdampak negatif pada saat anak diharuskan untuk memulai suatu langkah atau tindakan. Gagal dalam pengendalian emosi bisa mengakibatkan anak sama sekali tidak berani mulai melangkah.Contohnya, seorang anak yang minder sulit sekali memulai hubungan pertemanan.
3. Bertanggung jawab pada diri sendiri
Anak yang cerdas diri bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya, anak yang bertanggung jawab mudah mengakui kesalahannya dan berniat memperbaikinya. Sebaliknya, mudah dilihat pada anak yang tidak bertanggung jawab pada diri sendiri sering mencari-cari alasan, menyalahkan orang lain atas kegagalan atau tidak tercapainya suatu target.
4. Harga diri
Seorang pakar dari motivasi dari Amerika, Betty B. Young menyebutkan 6 unsur pokok dari harga diri, yaitu;
v Keamanan fisik; rasaaman dari siksaan fisik
v Keamanan emosi; bebas dari intimidasi dan ketakutan
v Identitas; tahu ”siapakah aku”
v Afiliasi; ada rasa memiliki
v Kompetensi; percaya bahwa ”aku bisa”
v Punya tujuan :mempunyai rasa memiliki tujuan tujuan dan arti hidup
Anak yang memiliki rasa percaya diri disebabkan oleh pemenuhan atas keenam unsur tersebut dapat dkatakan sebagai karakter pemenang. Pengertian karakter pemenang adalah seorang anak yang sanggup mengalahkan rekor terbaik dirinya sendiri, yang sanggup berkarya lebih baik dari daripada hari kemarin.

B.4. CARA MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTRAPERSONAL
1. Menciptakan citra diri Positif

Orang tua dapat memberikan citra positif, citra diri yang baik pada anak yaitu dengan menampilkan sikap hangat namun tegas pada anak, sehingga anak tetap memunyai rasa hormat pada orang tua. Selain itu orang tua juga menghormati dan peduli pada anaknya, hal ini akan menawarkan lebih mudah pada masalah perhatian, penghargaan, dan penerimaan pada anaknya.
2. Menciptakan suasana rumah yang aman

Bila suasana rumah tidak mendukung kemampuan intrapersonal dan penghargaan diri seorang anak, akibatnya yang terjadi anak akan menolak dan tidak menghargai kondisi dan suasana rumah. Untuk itu orang tua perlu menghindari situasi eperti itu, agar kemampuan intrapersonal anak tidak terhambat.
3. Kondisi lingkungan rumah

a. Anak tentu memiliki suasana hati yang dialaminya pada suatu saat tertentu, agar anak terbiasa dan mampu mencurahkan isi hatinya,beri anak kegiatan tulis menulis
kegiatannya. Dengan begitu anak dapat menuangkan isi hatinya dalam bentuk tulisan ataupun gambar.
b.Orang tua dapat menanyakan pada anak dengan suasana santai, hal-hal apa saja yang ia rasakan sebagai kelebihannya dan dapat ia banggakan serta kegiatan apa saja yang saat ini tengah ia minati. Orang tua sebaiknya membantuvanak menemukan kekurangan dirinya, semisal sikap-sikap negatif yang harus diperbaiki.
c. Memberikan kesempatan menggambar diri sendiri dai sudut pandang anak. Tak jauh berbeda dengan kegiatan mengisi jurnal pribadi, kegiatan menggambar ini akan membuat anak seakan ”berkaca” dalam melihat siapa dirinya sesuai dengan perasaannya, dan apa yang dia lihat sendiri, ini berguna bagi anak untuk menambah kemampuannya melihat diri sendiri.
d. Melakukan perbincangan dengan anak semisal anak ingin seperti apa bila besar nanti. Biarkan anak mengkhayalkan masa depannya. Dari kegiatan ini orang tua dapat mengetahui bagaimana anak membimbing dirinya disaat ini dan juga saat yang akan datang
e.Mengajak anak berimajinasi menjadi tokoh satu cerita. Berandai-andai menjadi satu tokoh cerita yang dia gemari, hal ini dapat dilakukan untuk mengasah kecerdasan intrapersonal.
f. Alangkah baiknya apabila orang tua memberi kesempatan kepada anak untuk belajar mandiri dengan tujuan agar ia mampu membantu dirinya sendiri, Mulailah dari hal-hal kecil dan kebiasaan sehari-hari. Caranya dengan tidak langsung mengulurkan tangan saat anak belajar melakukan sesuatu. Belajar memakai sepatu sendiri, kaus kaki, t-shirt, mengancingkan baju, berjalan kaki kerumah tetangga merupakan latihan-latihan yang akan membuat anak mandiri..
g. Seandainya anak menemui masalah, misalnya kesulitan memakai sepatu sendiri, orang tua bisa membantu dengan memberiny jembatan berpikir ke arah solusi yang diharapkan.misal, ”jika Adek tidak bisa melakukan seperti itu , harusnya bagaimana?”coba lihat baik-baik tali sepatunya, Adik bisa kok kalau dilakukan pelan – pelan”. Biarkan anak menemukan solusi sendiri dari masalahnya. Bagaimana orang tua harus menstimulasi anak untuk berpikir kreatif menemukan beberapa alternatif solusi. Sikap kratif ditandai dengan munculnya ide-ide baru, berbagai inovasi serta solusi tepat disaat menemu hambatan dan kesulitan. Dengan demikian, kratifitas adalah salah satu ciri anak tangguh yang memperkuat kemandirian. Orang tua hendaknya memberi kepercayaan penuh atas kemampuan ini. Disini yang diperlukan adalah kesabaran untuk menunggu hasilbyang memang tidak bisa cepat dan instan.
h. Sejak usia dini anak membutuhkan motivasi, anak yang memiliki motivasi menunjukkan adanya keinginan dan kemauan untuk mendapat hasil maksimal, begitupun ketika anak anak menghadapi rintangan dan kesulitan, ia mempunyai keinginan untuk mengatasinya. Keinginan untuk lingkungannya seperti berguling, berjalan, berbicara, tersenyum, mengespresikan kegembiraan dan lainnya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Peran orang tualah untuk dapat menstimulasi anak supaya anak tidak mudah menyerah, berani menghadapi kegagalan. Bila anak tidak memiliki motivasi diri yang bai k, dalam menghadapi rintangan anak akan lekas puas, mudah menyerah, tak semangat untuk maju dan daya juangnya rendah..



C. PENUTUP

Setelah membaca dan memahami mengenai kecerdasan Intrapersonal pada anak usia dini, kita dapat memperoleh saran praktis mengenai cara mengenali dan membina kecerdasan intrapersonal anak melalui berbagai aktivitas.
Kita juga telah melihat bagaimana tampaknya kinerja anak terkait dengan kecerdasan tersebut. Suatu pertimbangan penting pada saat ini adalah dalam menilai setiap anak orang tua harus tetap obyektif, mengingat setiap anak mengembangkan kemampuan dengan kecepatan yang berbeda. Setiap anak adalah seorang individu yang unik dengan ciri yang tidak sama, dan setiap anak memiliki yang tidak terbatas untuk belajar mengeksplorasi diri.
Kekuatan pemahaman diri pada seorang anak sangat dibutuhkan untuk dapat berekspresi, eksis, dan berkarya dengan optimal. Untuk itu diperlukan kemauan berproses dan tidak mengukur keberhasilan hanya dari akhirnya saja. Penghargaan terhadap hasil semata akan membuat anak merasa kalah sebagai orang yang kalah sekiranya ia menemui kegagalan. Padahal untuk dapat meraih prestasi seorang anak harus meras tertantang, walaupun pernah mengalami kegagalan.
Apabila seorang anak mengalami ketidakseimbangan akibat tuntutan orang tua yang terlalu tinggi dan selalu naknya berhasil tanpa mengindahkan proses. Umumnya ia akan kesulitan menjaga keseimbangan antara kelebihan, keterbatasan, maupun keunikan dirinya. Suatu saat anak akan merasa tidak nyaman terhadap dirinya sendiri. Secara psikologis anakpun relatif rentan mengalami hambatan pengaktualisasian diri.
Anak yang cerdas diri tidak mudah putus asa, anak dengan kemampuan ini memiliki kemampuan menghadapi masalah serta mencari dan menemukan solusi efektif bagi persoalan yang dihadapinya. Dalam masa perkembangannya, berbagai persoalan mungkin tidak hanya cukup dihadapi dengan intelektualitas tetapi juga diperlukan dengan pendekatan emosi.
Oleh karena itu, untuk dapat menjadi anak yang cerdas diri ( self smart) anak harus tetap mendapatkan stimulasi pendukung pada semua jenis kecerdasan, terutama kecerdasan emosi, sosial, maupun spiritual. Semua ini harus diberdayakan dan dioptimalkan agar anak mempunyai kunci- kunci yang membuka potensi kecerdasannya.

DAFTAR PUSTAKA

- Andyda Meliala, 2004. Anak Ajaib. Yogyakarta.Andi Offset

- Dale R. Olen 1987. Kecakapan Hidup Pada Anak. Yogyakarta, Kanesius

- May Lwin,dkk, 2005, Cara membangkitkan Berbagai Komponen
kecerdasan. Jakarta. Gramedia

- Nakita, 2006. Panduan Tumbuh Kembang. Jakarta. PT.Sarana kinasih

- Pusat Bimbingan UKSW, 1981. Bagaimana Meningkatkan Pemahaman
Diri. Salatiga, Percetakan Satya Wacana

- Suryadi, 2006. Kiat Jitu Mendidik Anak.Jakarta, Edsa Mahkota

- Thomas Armstrong, 2002. Multiple Inteligences. Bandung, Kaifa






Sabtu, 25 Oktober 2008

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

SOAL UJIAN : Dr. Soejanto Sandjaja


1. Bandingkan paling sedikit tiga hal antara tes prestasi dan tes bakat di sekolah.

2. Buat promosi mengenai home schooling di Semarang yang berisi apa itu home schooling dan enam persyaratan mengikuti home schooling


JAWABAN

1. Perbandingan antara tes prestasi dan tes bakat di sekolah

Tes Prestasi di Sekolah

1. Tujuan : Tes prestasi disekolah bertujuan untuk mengukur prestasi atau hasil yang telah dicapai siswa dalam belajar
2. Fungsi Tes prestasi belajar di sekolah ada 4 yaitu :
· Fungsi Penempatan :
→ penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk klasifikasi individu kedalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan yang telah diperlihatkannya pada hasil belajar yang telah lalu, misalnya penggunaan nilai rapor kelas 2 SMA untuk menentukan jurusan studi di kelas 3.
· Fungsi formatif:
→ penggunaan hasil tes prestasi belajar guna melihat sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pelajaran. Dalam hal ini hasil tes prestasi merupakan umpan balik ( feed back ) kemajuan belajar dank arena itu biasanya tes diselenggarakan ditengah jangka waktu suatu program yang berjalan. Hasil tes formatif dapat menyebabkan perubahan kebijakan mengajar atau belajar. Misalnya tes prestasi yang berfungsi formatif adalah ujian tengah semester diperguruan tinggi atau hasil tes belajar disetiap catur wulan setiap semester.
· Fungsi Diagnostik :
→ Dilakukan oleh tes prestasi apabila hasil tes yang bersangkutan digunakan untuk mendiagnosis kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa yang dapat diperbaiki segera.

· Fungsi Sumatif :
→ penggunaan hasil tes prestasi untuk memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dalam suatu program pelajaran. Tes ini merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus dalam program pendidikan, atau apakah siswa dapat dinyatakan dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
3. Keterbatasan Tes Prestasi
Obyek ukur tes prestasi adalah aspek mental psikologis atau atribut nonfisik dan karenanya user tidak dapat mengharapkan hasil pengukuran yang akurat sekali. Pada umumnya , apa yang dapat dicapai dari oleh tes prestasi adalah semacam estimasi mengenai posisi relative (relative standing) atau jenjang urutan individu menurut tingkat kemampuan atau tingkat performansinya pada suatu tugas yang kadang-kadang tidak dapat dibatasi dengan jelas.
Untuk interprestasi hasil tes psikologi umumnya dan tes prestasi belajar khususnya digunakan mean, deviasi standar, dan angka-angka korelasi namun skala pengukuran yang digunakan dalam tes semacam itu biasanya tidak dapat dinyatakan dalam satuan atau unit ukur yang mengandung arti kuantitatif maupun kualitatif yang bermakna pasti.

4. Beberapa prinsip dasar dalam pengukuran tes prestasi
· Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan instruksional ↔ prinsip ini menjadi langkah pertama dalam penyusunan tes prestasi belajar, yaitu langkah pembatasan tujuan ukur identifikasi dan pembatasan tujuan ukur harus bersumber dan mengacu pada tujuan instruksional yang telah digariskan bagi suatu program.
· Tes prestasi harus mengukur suatu sample yang representative dari hasil belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksional atau pengajaran.↔ perwujudan soal tes dalam bentuk item-item yang mewakili kesemua pertanyaan mengenai materi plajaran yang secara teoritik mungkin ditulis.
· Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan↔ hasil belajar yang hendak diukur akan menentukan tipe perilaku yang harus diterima sebagai bukti tercapainya tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
· Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya ↔ berkaitan dengan fungsi evaluasi yang dimiliki oleh masing-masing tes. Untuk tes yang hasilnya akan digunakan sebagai dasar penempatan (placement) biasanya diperlukan item yang tidak terlalu tinggi taraf kesukarannya dan cakupannya pun tidak perlu luas.
· Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil ukurnya harus ditafsirkan dengan hati-hati↔ Reliabilitas (keterpercayaan) hasil ukur merupakan salah satu cirri kualitas tes yang tidak dapat diabaikan. Sejauhmana pengukuran yang dilakukan oleh tes dapat diandalkan dan dipercaya akan banyak berpengaruh terhadap penafsiran hasil ukurnya.
· Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar anak didik↔ Bila hasil tes prestasi secara akurat dapat mencerminkan pencapaian tujuan instruksional dan bila tes prestasi dapat mengukur sample hasil belajar dengan layak maka pengaruh positif pengadaan tes prestasi bagi peningkatan belajar akan dapat diharapkan secara maksimal.

Tes Bakat Di Sekolah


1. Tujuan : Tes bakat diberikan di sekolah bertujuan untuk membantu siswa untuk mengungkap potensi-potensi yang ada untuk belajar beberapa macam aktivitas tertentu, juga membantu merencanakan dan membuat keputusan mengenai pilihan pendidikan dan pekerjaan, dimana dari hasil tes bakat diperoleh gambaran mengenai seseorang didalam berbagai bidang kemampuan.

2. Peranan Tes Bakat di Sekolah :
Setelah tes bakat diberikan pada para siswa diharapkan siswa dapat memahami bakat-bakat yang dimilikinya berdasarkan profil hasil pengukuran tes bakat. Maka tes bakat ini berperan sebagai bahan informasi yang bermakna dan akurat kepada siswa terutama dalam membantu mereka mengambil jenis-jenis keputusan yang bersangkut paut dengan pemilihan program (jurusan), memilih studi setelah tamat sekolah, serta karir-krir yang perlu dipertimbangkan untuk memasuki masa depan yang lebih cerah. Sedangkan bagi sekolah skor tes bakat akan berfungsi terutama untuk membantu menentukan siswa-siswa manakah yang sesuai untuk ditempatkan kedalam program-program tertentu. Sehubungan dengan cara berfungsinya tes bakat, ada 2 jenis bakat yaitu :
· Bakat mengenai kemahiran atau kemampuan mengenai bidang pekerjaan khusus, seperti bakat musik.
· Bakat khusus tertentu yang diperlukan sebagai perantara untuk merealisir kemampuan tertentu, seperti keampuan melihat ruang yang diperlukan merealisir bakat teknik.

3. Kelemahan Tes Bakat
- Tes ini bukan merupakan predictor yang sempurna sebab tes ini bukanlah merupakan jaminan mutlak kepada para siswa yang memiliki skor yang tinggi akan berhasil, karena masih banyak factor lainnya yang berpengaruh.
- Karena tes bakat tidak dapat menentukan dengan mutlak studi, karier dan pekerjaan yang harus dijalani, disisi lain tes bakat juga tidak dapat memberikan jawaban atas pertanyaan secara khusus, misalnya “Dapatkah saya menjadi seorang dokter?”

4. Prinsip dasar dan Pertimbangan umum pelaksanaan tes Bakat
· Perencanaan adalah bersifat esensial ↔ Siswa yang akan dites bakat hendaknya dengan perencanaan administrative yang adekuat dengan kondisi fisik yang memuaskan. Tester memusatkan perhatian pada persiapan pendahuluan dan persiapan kondisi fisik yang sebaik mungkin sebagai langkah awal dalam banyak program testing yang baik.
· Pengaturan Waktu ↔ agar memperoleh skor dalam suatu tes bermanfaat, diperlukan administrator mengikuti batas waktu yang telah ditetapkan, penting sekali terutama untuk tes kecepatan dan ketelitian klerikal yang memiliki batas waktu yang singkat.
· Mempersiapkan Material ↔ sebelum sessi testing, sebaiknya disusun semua bahan-bahan atau materi testing. Jumlah tes dan lembar jawaban yang akan digunakan dalam tiap kelompok hendaknya dihitung kembali dan dimasukkan dalam amplop besar dengan diberi tanda dan informasi tertentu, seperti nomor ruangan, guru, buku tes 1 atau 2, dan form tanggal dan waktu testing.
· Kondisi-kondisi Fisik ↔ Para siswa yang akan dites hendaknya memiliki tempat kerja yang permukaannya rata, tempat semestinya cukup luas, sehingga siswa cukup leluasa membuka tes dan lembar jawaban dan dapat menggunakannya tan ada gangguan.



2. Membuat promosi mengenai home schooling di Semarang yang berisi apa itu home schooling, lima manfaatnya dan enam persyaratan mengikuti home schooling?


Sample of promotion for home schooling program at Semarang (dalam bentuk Brosur)

“ Program Home Schooling di kota Semarang …….Langkah prospektif”

Semarang sebagai jantung ibukota Jawa tengah tentu menjadi pusat perhatian bagi tolak ukur keberhasilan kotanya, hal ini bisa dilihat dari banyak sisi dari masalah social ekonomi, keamanan, iklim yang kondusif dan yang pasti masalah dunia pendidikan yang kian berkembang maju di kota semarang. Program pendidikan yang cukup menarik dan menjadi perhatian khusus dari kalangan intelektualitas di kota Semarang adalah program home schooling yang sepertinya sampai saat ini belum terbidik oleh banyak kalangan masyarakat kota Semarang.
Untuk menelaah lebih jauh tentang bagaimana pendidikan home schooling bisa lebih progresif berkembang di jawa Tengah khususnya kota Semarang, tentu tidak terlepas dari paradigma masyarakat Semarang yang cenderung mulai kritis dan selektif dan tentunya lebih evaluatif terhadap hasil yang sudah dicapai oleh pendidikan formal yang dikemas dan didesain oleh pemerintah. Realitas yang perlu dicermati mengapa pendidikan home schooling bisa menjadi pilihan alternative masyarakat karena timbulnya kesadaran bahwa pola pendidikan formal di Negara kita belum menyentuh substansi kebutuhan riel dan tantangan dalam era globalisasi yang harus direspon secara berkualitas oleh peserta didik dengan menyiapkan kompetensi yang relevan dan obyektif terhadap kebutuhan skill ketika mereka beraktivitas (bekerja atau berwirausaha).
Masyarakat Semarang perlu mengetahui dan memahami tentang fleksibilitas konsep pendidikan home schooling yang mengacu kepada kompetensi praktis hubungan antara ketertarikan atau kemauan dan hobby individual (siswa) dengan orientasi cita-citanya untuk bekerja dan menguasai bidang-bidang tertentu yang menjadi harapannya dalam bekerja. Fleksibilitas tersebut juga diukur dari metode belajar mengajar yang tidak “terbelenggu” oleh dimensi ruang dan waktu secara formal serta menjamin tingkat kompetensi terealisir dengan baik. Dengan kata lain konsepsi Link and mach cenderung lebih efektif jika para siswa belajar dalam tataran konsep pendidikan model home schooling.
Tinggal persoalannya adalah sejauh mana masyarakat kota Semarang lebih selektif memilih pendidikan home schooling ini, tidak semata-mata karena prestise atau status sosial yang memang biaya pendidikan home schooling cukup tinggi. Melainkan karena adanya kesadaran dari masyarakat yang kian memahami bagaimana dinamika pendidikan di era gobalisasi ini yang menuntut kualitas dan budaya mondial yang berkaitan dengan skill dan kompetensi. Kredibilitas program home schooling bukan hanya diukur dari tingkat fleksibilitas dan kesan informalistik dengan nuansa yang lebih persuasive dan menyenangkan, dimensi belajar mengajar yang tidak terbelenggu oleh ruang dan waktu dengan model on the job method maupun of the job method, garansi dan konsepsi link and mach dengan dunia usaha. Tingkat kredibilitas program pendidikan home schooling juga didasarkan atas legitimasi yang diberikan pemerintah.
Dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang program home schooling, sangatlah optimis bahwa warga Kota Semarang tentunya akan mengapresiasi secara positif dengan mengambil langkah maju untuk memilih program pendidikan home schooling sebagai alternative pendidikan yang prospektif pada masa yang akan datang.

Manfaat-Manfaat mengikuti Program Home Schooling :

1. Lebih Efisien → program home schooling akan jauh lebih efektif karena anak yang mengikuti program tersebut dapat memiliki waktu lebih banyak untuk belajar dan mengerjakan sesuatu dibandingkan disekolah. Dengan belajar dirumah anak tidak perlu menghabiskan waktu yang tidak efektif untuk perjalanan menuju ked an kembali dari sekolah dan melakukan persiapan-persiapan rutin lainnya. Dengan adanya waktu lebih banyak kesempatan buat anak mengeksplorasi hal-hal edukatif lain yang sesuai dengan minatnya.
2. Dapat mencegah pelajaran berulang→ Dalam kurikulum sekolah konvensional seringkali anak-anak dihadapkan pada bahan pelajaran yang disampaikan berulang dalam waktu yang cukup lama, seperti mata pelajaran ppkn yang terus diajarkan dari bangku kelas 1 sampai kelas 4 dengan materi yang diulang.
3. Mempunyai kesempatan untuk memperoleh perhatian yang lebih personal→dengan program home schooling orang tua dapat memberikan perhatian dan bantuan personal pada anak-anaknya, seperti memberikan perhatian lebih pada mata pelajaran yang masih sulit untuk dikuasai dan mengurangi waktu untuk pelajaran yang sudah dikuasai dengan baik oleh anak.
4. Mempunyai waktu luang untuk Beraktifitas→anak yang mengikuti program ini akan mempunyai waktu luang untuk ikut beraktivitas dan berinteraksi diluar rumah dengan mengikuti kursus musik, ikut klub olah raga, aktif di kegiatan ibadah, dsb.
5. Anak Menjadi Percaya diri dan Mandiri→ program home schooling secara tidak langsung sangat membantu anak untuk lebih percaya diri, lebih mandiri karena tidak bergantung pada orang lain dibandingkan dengan anak-anak yang mengenyam pendididikan di sekolah umum.


Adapun persyaratan- persyaratan untuk mengikuti Program Home Schooling :

1. Kedua orang tua harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap program yang akan diperuntukkan anaknya, karena konsep belajar dirumah memang tidak mudah, sehingga sangat dibutuhkan komitmen dan konsistensi dari orang tua, secara mendasar, salah satu orang tua harus berada dirumah, entah ibu atau ayah, karena anak membutuhkan pengaturan jadwal, pengawasan bahkan diskusi interaktif dengan orang tuanya.
2. Kedua orang tua harus mempunyai kesadaran dan dituntut untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya, sehingga proses belajar mengajar pada program home schooling mendapat kemudahan dan kenyamanan dengan komitmen kuat orang tua dapat memberi pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya.
3. Secara mendasar Kedua Orang tua harus terlebih dahulu menanamkan dulu dibenaknya arti hakiki konsep anak, dimana anak harus ditempatkan sebagai teman belajar, sementara orang tua sendiri harus menempatkan diri sebagai fasilitator.
4. Anak yang akan mengikuti program ini, dituntut untuk mempunyai kemampuan belajar sendiri, dimana anak juga dituntut untuk membaca dari buku teks yang tersedia layaknya disekolah umum. Dalam proses belajarnya, ada latihan yang harus di kerjakan, ada tes yang harus diselesaikan.
5. Pembelajaran dirumah harus mengacu pada standar kompetensi, agar bisa diikutkan dalam ujian kesetaraan yang sesuai dengan jenjang pengajaran dan usia anak masing-masing.
6. Orang tua harus memiliki financial yang cukup, karena untuk mengikuti program home Schooling dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.




SOAL : Dra. Praharesti Eriany, Msi

1. Jelaskan dasar pandangan diselenggarakannya pendidikan inklusi dan sebutkan criteria anak berkebutuhan khusus bagaimana yang mungkin dilayani dalam pendidikan tersebut. Terkait dengan hal ini, apa saja yang perlu dipersiapkan oleh sekolah dalam penyelenggaraannya.
2. Jelaskan tentang tiga dimensi dalam teori atribusi, apa yang bias dilakukan guru untuk dapat meningkatkan motivasi anak berdasar pandangan teori tersebut? Sebutkan kelemahan dari pendekatan kognitif bila dibandingkan dengan pendekatan humanistic.


JAWABAN

1. Yang menjadi dasar pandangan diselenggarakannya pendidikan inklusi adalah semakin disadarinya adanya persamaan hak antara anak-anak yang berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal maka perlu dipertimbangkan untuk menggabungkan keduanya dalam kelas regular. Upaya ini merupakan suatu normalisasi untuk menyediakan lingkungan kehidupan anak-anak berkebutuhan khusus sedekat mungkin dengan anak-anak normal.
Kriteria-kriteria anak berkebutuhan khusus yang mungkin dilayani dalam pendidikan inklusi adalah sebagai berikut :
· Anak harus memiliki kecerdasan rata-rata dan hanya memiliki satu kebutuhan khusus.
Yang perlu dipersiapkan oleh sekolah dalam penyelenggaraannya adalah perlunya persiapan matang dalam hal asesment, intervensi, kesiapan pengelola sekolah dan guru kelas, pengelolaan kelas kecil, kesediaan learning support unit, kolaborasi dengan berbagai pihak terkait, dan kesiapan siswa lain disekolah.
Langkah- langkah dalam pendidikan Inklusi :
· Pengadaan asesmen, untuk melihat ada tidaknya masalah kesehatan atau fisik. Hal ini perlu ditangani , apabila tidak bias perlu menjadi perhatian guru. Disisi lain guru perlu mengetahui bagaimana potensi anak secara keseluruhan, termasuk pengukuran inteligensi. Data tes psikologis, observasi, wawancara, laporan terdahulu, tes prestasi dari guru, dianalisis secara menyeluruh baik secara kuantitatif maupun kualitatif untuk mengetahui kekurangan/ketidakmampuan anak.
· Perencanaan program, termasuk penyesuaian kurikulum. Penyesuaian sebaiknya memfokuskan pada kebutuhan anak dan bersifat fleksibel (adaptasi, adopsi, menciptakan). Pada beberapa kasus perlu dilakukan perencanaan Individualized Education Program (IEP). Perlu ditentukan strategi pengajaran yang diterapkan.
· Bentuk evaluasi yang tepat perlu direncanakan. Tujuannya untuk melihat tingkat keberhasilan dan melihat perlu tidaknya modifikasi.


2. Penjelasan dari 3 dimensi dalam teori atribusi :
1. Locus dimension ( lokus control eksternal dan internal ) ↔ dimensi ini dihubungkan pada individu yang cenderung beranggapan bahwa perilakunya didorong oleh factor-faktor diluar dirinya disebut mempunyai lokus control eksternal. Sedangkan mereka yang cenderung beranggapan bahwa perilakunya diakibatkan oleh daya-daya dalam dirinya sendiri disebut memiliki lokus control internal. Mereka yang terakhir ini dipandang lbih mandiri dan mau bertanggung jawab atas perilakunya.
Atribusi internal untuk sebuah keberhasilan juga memperbesar kemungkinan orang terlibat dalam tugas-tugas yang mengandung unsure prestasi di waktu yang akan dating. Konsekuensi ini terjadi apakah penyebabnya dapat dikendalikan, seperti usaha ataukah tidak dapat dikendalikan seperti kecerdasan.
2. Stability dimension (whether the cause stays the same or can change) ↔ sebagai contoh dari dimensi ini adalah harapan tentang masa depan, jika siwa menilai kegagalan mereka pada factor-faktor kelompok seperti kesulitan belajar, mereka merasa gagal dimasa depan. Tetapi jika mereka menilai hasil factor unstable seperti suasana hati atau keberuntungan, mereka dapat berharap hasil yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Pengaruh dimensi ini adalah pada pengharapan akan hasil diwaktu yang akan dating. Jika hasil tertentu dipercayai merupakan hasil hasil dari faktoryang stabil/mantap (seperti kemampuan), maka hasil sebelumnya akan dapat diprediksi. Namun sebaliknya atribusi pada penyebab yang tidak stabil (kemujuran atau usaha) menimbulkan suatu keraguan apakah hasil tersebut akan terulang kembali.
Dalam mempengaruhi pengharapan, dimensi ini tidak terkait dengan dua dimensi lain. Pengharapan subyek akan berhasil diwaktu yang akan dating setelah subyek mengalami keberhasilan sebelumnya menunjukkan bahwa meningkatnya pengharapan itu hanya berkaitan positif dengan sifat kemantapan.
Hubungan antara sifat yang stabil akan berpengaruh pada besarnya reaksi emosi. Kegagalan yang diatribusikan pada dua penyebab yang stabil ( kemampuan dan sulit tidaknya tugas ) menimbulkan apati, regsinasi (sikap sabar dan menerima saja ), dan depresi. Namun sebaliknya , emosi yang ditimbulkan oleh atribusi yang tidak mantap kemungkinannya tidak akan diteruskan sampai mengenai kejadian-kejadian dimasa yang akan dating.
3. The controllability dimension ( Whether the person can control the cause ) ↔ dimensi ini berhubungan dengan emosi seperti marah, sayang, bersyukur, atau malu. Jika kita merasa bertanggung jawab atas kegagalan kita, kita akan merasa bersalah, sebaliknya jika kita bertanggung jawab atas keberhasilan, kita merasa bangga. Ketika tidak dapat melakukan tugas akan merasa malu atau marah.
Ketika kegagalan diatribusikan dengan kemampuan yang kurang, dan kemampuan dianggap sebagai uncontrollable,rangkaian motivasi adalah :
kegagalan→kurangnya kemampuan→uncontrollable→bertanggung jawab→malu→kecewa→menarik diri→prestasi menurun,
Ketika kegagalan diatribusikan dengan kurangnya usaha, rangkai annya adalah :
Kegagalan→kurang usaha→kemampuan mengontrol→bertanggung jawab→rasa bersalah→komitmen→meningkatkan performance.
Dimensi pada mulanya disebut intensionalitas oleh Rosenbaum (1972). Suasana hati dikatakan tidak intensional (disengaja, diniatkan) dan suatu usaha dikatakan intensional. Weiner(1979) memberikan batasan kembali mengenai adanya perbedaan yang bersifat pokok seperti yang dilakukan nya berkenaan dengan soal pengontrolan, artinya jika seseorang gagal dia kurang berusaha maka itu tidak berarti ia berniat mau gagal. Perbedaan antara usaha dan suasana hati lebih merupakan suasana control atas kehendak daripada soal maksud, atau niat.
Seperti telah disinggung diatas, sifat terkndali atribusi menimbulkan berbagai emosi. Atribusi yang dikendalikan diri pribadi menimbulkan rasa mampu atau rasa salah, sedangkan atribusi yang dikuasai oleh orang lain menyebabkan diri berperasaan syukur atau marah. Soal pengendalian ini khususnya penting dalam situasi hubungan antar pribadi, dan itu mempengaruhi perilaku-perilaku menyukai, mengganjar dan menghukum, dan menolong orang.

Ketiga dimensi atribusi dapat dipaparkan dalam menentukan pengaruh atribusi berupa keberhasilan dan kegagalan.
Mantap
Tidak Mantap
Internal
Eksternal
Dapat Dikendalikan
Tidak Dapat Dikendalikan
Hasil yang positif
Terus berpengharapan berhasil
Rasa kebenggaan naik secara maksimum
Tidak menurunkan pengharapan berhasil
Kemungkinannya, emosi tidak berlanjut sampai ke situasi waktu yang akan datang
Menimbulkan rasa diri berharga yang positif
Meningkatkan kemungkinan orang mengerjakan tugas diwaktu yang akan datang
Tidak ada hubungan dengan citra diri
Menimbulkan rasa percaya diri
Menimbulkan rasa bersyukur







Terus berpengharapan gagal
Perasaan malu, apati, pasrah meningkat
Tidak ada penurunan pengharapan berhasil
Kemungkinannya, emosi tidak diteruskan sampai ke kejadian waktu yang akan datang
Menimbulkan rasa diri berharga yang negatif
Memperbesar kemungkinan orang menghindari tugas yang tekanaannya prestasi
Tidak ada hubungannya dengan citra diri
Menimbulkan perasaan bersalah
Menimbulkan perasaan
Mantap
Tidak Mantap
Internal
Dapat Dikendalikan
Hasil yang negetif
Eksternal
Tidak Dapat Dikendalikan
Gampang menimbulkan reaksi mengecam orang lain
Sering menimbulkan perbuatan yang mengaibkan dan mengharapkan bantuan orang lain









Yang bisa dilakukan guru untuk dapat meningkatkan motivasi anak berdasarkan pandangan teori diatas adalah dengan menumbuhkan dan mengembangkan motivasi intrinsic dengan menghubungkan minat siswa serta menghubungkan minat kompetensi, tetapi jika guru perlu mempertimbangkan motivasi intrinsic seluruh siswa guna memberi kekuatan pada semua siswa, maka hasilnya akan mengecewakan. Ada situasi dimana insentif dan dukungan eksternal diperlukan, sehingga keduanya saling mendukung, guru perlu membantu mengembangkan motivasi intrinsic siswa tetapi juga tetap memastikan bahwa motivasi ekstrinsik mendukung kegiatan belajar.

Adapun kelemahan dari pendekatan kognitif bila dibandingkan dengan pendekatan humanististik adalah: bahwa sebenarnya kedua pendekatan ini sama- sama menekankan pada sumber-sumber motivasi yang berasal dari dalam (intrinsic) namun kelemahannya dari pendekatan kognitif hanya menekankan pada perilaku yang tampak dan percaya perilaku ditentukan oleh bagaimana kita berpikir. Sedangkan pada pendekatan humanistik lebih menekankan pada need individu atau yang lebih dikenal dengan “self actualization” motivasi disini juga lebih menggali sumber-sumber dari dalam diri seperti kompetensi, harga diri, aoutonomi, dan aktualisasi diri.